Jamaluddin Feeli

Archive for November, 2009|Monthly archive page

Berkat daripada Khilafat

In Ahmadiyah, Khalifah I, Khalifah II, Khalifah III, Khalifah IV, Khalifah V, November, Tabligh on 22 November 2009 at 23:19

Oleh: Tommy Bockarie Kallon – Review Of Religion, September 2002
Penterjemah: A.Q. Khalid

Sejak penciptaan awal manusia, kedatangan seorang nabi selalu merupakan manifestasi daripada rahmat Ilahi dan menjadi sumber dari berbagai berkat. Dengan wafatnya Nabi bersangkutan, muncul manifestasi kedua dari rahmat dan karunia Ilahi dalam bentuk lembaga Khilafat. Lembaga Khilafat merupakan sistem Ilahi yang unik. Khilafat merupakan jabatan dan kawasan dari seorang Khalifah atau penerus seorang Nabi, yang dipilih sebagai pemimpin tertinggi dari komunitas mukminin. Yang bersangkutan menduduki posisi akhlak tertinggi di masanya dan dalam dirinya terkandung kewenangan absolut dalam segala hal yang berkaitan dengan agama. Artikel ini memberikan uraian singkat tentang beberapa keberhasilan akbar dari para penerus Hazrat Rasulullah s.a.w. dan Hazrat Masih Maud a.s. yang menggambarkan bagaimana lembaga Khilafat telah menjadi sarana penegakan hegemoni ruhani dan politis Islam.

Semua Nabi-nabi, tanpa kecuali pada hakikatnya adalah manusia biasa. Hanya saja, meski Hazrat Rasulullah s.a.w., Nabi umat Islam, telah berpulang sebagaimana halnya semua Nabi-nabi sebelum beliau, pesan yang dibawanya harus bertahan sampai dengan akhir zaman. Karena itu Allah s.w.t. dalam Al-Quran menjanjikan bahwa Islam akan tetap dipelihara dan diperkuat melalui dedikasi upaya para Khulafa ur-Rasyidin sehingga para musuh tidak lantas bisa bergembira bahwa setelah wafatnya beliau, Islam akan melayu dan lenyap dalam relung-relung sejarah. Kita bisa membaca dalam Ayatul Istikhlaf yaitu ayat Al-Quran yang mengatur tentang masalah Khilafat:

‘Allah telah menjanjikan kepada orang-orang dari antara kamu yang beriman dan berbuat amal saleh bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah-khalifah di muka bumi ini, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah-khalifah dari antara orang-orang yang sebelum mereka dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka yang telah Dia ridhai bagi mereka dan niscayalah Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mencekam mereka. . .’ (S.24 An-Nur:56)

Janji tentang akan ditegakkannya Khilafat disini jelas dan tidak bisa diragukan lagi. Mengingat Hazrat Rasulullah s.a.w. sekarang menjadi satu-satunya petunjuk bagi umat manusia, maka tentunya Khilafat beliau dengan satu dan lain cara akan selalu eksis di muka bumi sampai dengan akhir kiamat nanti. Hal ini juga yang menjadi ciri kelebihan beliau di atas semua nabi-nabi dan rasul lainnya.
Sejalan dengan janji tersebut maka ketika Hazrat Rasulullah s.a.w. wafat dan ketika semua mukminin sedang amat kebingungan, Hazrat Abu Bakar r.a. dipilih sebagai Khalifah Islam yang pertama. Pemerintahan Islam kemudian segera dirundung berbagai pertikaian internal dan ancaman eksternal. Saat itu muncul beberapa nabi palsu dari antara umat Muslim yang mengambil kesempatan untuk memberontak, sedangkan dari luar musuh-musuh eksternal mulai mengancam keamanan negara Islamiah. Hazrat Abu Bakar r.a. menangani keduanya berdasar sunnah dan teladan, dan dengan cara demikian berhasil menumpas kekuatan pemberontak sehingga Islam terpelihara dari perpecahan dan disintegrasi. Pada akhir masa Khilafat beliau, umat Muslim kembali bersatu di bawah satu panji-panji. Jika kita perhatikan secara cermat kerugian besar yang diderita umat Muslim dengan wafatnya Rasulullah s.a.w., kekosongan yang tercipta akibat kepergian beliau serta beratnya tugas dari orang yang harus mengisi posisinya, kita bisa menyimpulkan bahwa upaya itu bukan main sulitnya dan hanya berhasil diatasi berkat rahmat yang muncul dari kepemimpinan Hazrat Abu Bakar r.a..

Setelah wafat Hazrat Abu Bakar, tampil Hazrat Umar r.a. yang mengenakan jubah Khilafat dan berkat rahmat Allah s.w.t., umat Muslim menikmati banyak sekali karunia di bawah kepemimpinan beliau yang amat tolerant dan lembut hati. Masa Khilafat beliau merupakan masa keemasan dalam sejarah Islam. Energinya yang tak kenal lelah, sifat tidak mementingkan diri sendiri, simpatinya terhadap sesama, kedisiplinan dalam menjalankan tugas, sifat keadilan serta semangat mengkhidmati Islam diakui manusia secara universal dan bahkan masih dikagumi sekarang ini sebagaimana juga pada empatbelas abad yang silam. Beliau mengembangkan berbagai rancangan bagi kesejahteraan umat Muslim. Adalah Hazrat Umar r.a. yang pertama kali memperkenalkan sistem pensiun hari tua yang sekarang dipakai di Barat. Anak-anak yang tidak memiliki pemelihara dibesarkan dengan biaya negara. Pendidikan merupakan suatu kewajiban bagi anak-anak laki dan perempuan. Mereka yang lemah dan cacat tubuh diberi tunjangan dari perbendaharaan negara. Secara umum, rakyat menjadi makmur di bawah kepemimpinan beliau. Kita masih saja terpana membaca bagaimana Hazrat Umar r.a. biasa berjalan malam secara menyamar guna memastikan bahwa rakyat tidak ada yang berkekurangan. Tidak heran jika beliau memperoleh rahmat demikian besar sehingga dalam masa Khilafat beliau, dua kerajaan besar Romawi dan Persia yang tadinya merupakan ancaman bagi Islam, nyatanya bisa dikalahkan secara total.

Hanya saja kemenangan tersebut tidak menjadikan dirinya berubah sifat. Tetap saja beliau mengingatkan pasukan tentaranya untuk selalu mentaati ajaran Islam dan menunjukkan toleransi, keadilan dan kelembutan kepada semua bangsa yang masuk dalam pemerintahan Islam. Mereka ini lalu menterjemahkan kebijakan tersebut dalam tindakan sehingga mereka berhasil memenangkan hati bangsa yang ditaklukkan dan menumbuhkan banyak sahabat di kawasan taklukan itu. Disamping banyaknya taklukan, masa Khilafat dari Hazrat Umar r.a. juga membawa berbagai berkat lain. Beliau menetapkan Majlis Syura yang merupakan dewan penasihat Khalifah. Beliau menunjukkan kejeniusan luar biasa dalam penataan administrasi sipil pemerintahan negara Muslim. Setiap negeri dibagi dalam beberapa propinsi, dibentuk angkatan kepolisian, dilakukan penggalian kanal-kanal irigasi, didirikan baitul mal di mana-mana serta diperkenalkannya kalender Muslim berdasar Hijrah yang amat menolong dalam preservasi sejarah.
Setelah wafatnya sosok akbar ini, Hazrat Usman r.a. terpilih sebagai Khalifah ketiga. Sebagaimana kedua pendahulunya, beliau ini pun seorang pemimpin yang terpuji dimana beliau berhasil memperluas kawasan pemerintahan Muslim lebih jauh lagi. Muncul gelombang pemberontakan dan invasi dari luar tetapi berkat rahmat Ilahi dan berkat daripada Khilafat semuanya berhasil dipadamkan.

Hazrat Usman r.a. banyak memberikan kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Beliau mengawasi pembangunan banyak gedung-gedung, jalan-jalan dan jembatan-jembatan baru. Banyak pula didirikan mesjid dan tempat persinggahan di berbagai kota. Kitab Al-Quran sebagaimana keadaannya sekarang ini merupakan hasil kompilasi di bawah pengawasan beliau secara langsung. Hal ini menjadi kontribusinya yang paling utama bagi Islam. Beliau adalah seorang yang amat sederhana dan lembut hati yang tidak pernah goyah dalam integritas, kejujuran dan kesalehannya. Beliau selalu menunjukkan sifat toleransi dan kesabaran yang luar biasa bahkan sampai ke akhir masa Khilafat beliau ketika berbagai faksi berupaya menggulingkan beliau. Beliau menolak menanggalkan jubah Khilafat yang dititipkan Allah s.w.t. tetapi pada saat yang sama juga tidak mau melawan mereka agar tidak sampai mengalirkan darah Muslim yang tidak berdosa. Beliau kemudian dibunuh, tetapi tidak ada yang meragukan bahwa beliau menyerahkan nyawa demi integritas Khilafat dan demi kemaslahatan Islam.

Wafatnya Hazrat Usman r.a. merupakan salah satu bab paling menyedihkan dalam sejarah Islam. Kesatuan dan persatuan umat Muslim terpecah sudah. Pertikaian internal menjadi bumbu kehidupan sehari-hari dimana umat Muslim saling bermusuhan satu sama lain. Hazrat Ali r.a. dipilih sebagai Khalifah keempat enam hari setelah wafatnya Hazrat Usman r.a.. Beliau memaklumkan bahwa prioritas utamanya adalah mengembalikan hukum dan ketertiban dalam negeri dan untuk tujuan ini beliau amat menahan diri guna menghindari pertumpahan darah meski beberapa sahabat Rasulullah yang berpengaruh besar telah memintanya untuk mengadili para pembunuh Hazrat Usman. Ketika kota Medinah kemudian merosot menjadi masyarakat tidak berhukum, Hazrat Ali r.a. memindahkan ibukota dari Medinah ke Kufa di Irak. Sayangnya masa Khilafat beliau digrogoti oleh kekacauan dan perpecahan. Beliau mencoba menenangkan umat Muslim namun rupanya gejala penyakit anti-Khilafat sudah meruyak dan tidak bisa diobati lagi. Muncul beberapa perang saudara dan seluruh kerancuan itu memuncak pada saat sahidnya Hazrat Ali r.a..
Seperti kata pepatah Afrika, ‘nilai suatu naungan belum dihargai sampai kemudian pohonnya ditebang.’ Dengan terbunuhnya Hazrat Ali r.a. maka mercu suar cemerlang dari bimbingan dan persatuan, sumber mata air berkat dan rahmat, semuanya menjadi punah. Umat Muslim telah membuang jubah Khilafat dan besertanya segala rahmat ikutan. Sebagai pengganti Khilafat, ditegakkan sistem kerajaan yang kalis dari keluhuran ruhani dimana muncul berbagai dinasti atau wangsa dalam rentang masa sekian abad. Perang saudara dan pertengkaran keluarga amat melemahkan umat Muslim. Bangsa-bangsa yang dimasa lalu gemetar dan tunduk kepada mereka sekarang berbalik menyerang dan selalu berhasil mempermalukan umat Muslim. Pengaruh dan dominasi Islamiah mulai memudar sampai akhirnya agama-agama lain yang meski berlandaskan akidah palsu tetapi nyatanya telah berhasil mendominasi agama Islam yang hakiki.
Upaya menegakkan kembali Khilafat di antara umat Muslim di masa kini merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi. Islam masa kini terpecah belah oleh pertikaian internal dan intrik-intrik eksternal dan sungguh-sungguh membutuhkan seorang pemimpin berintegritas luhur yang bisa mengemban lembaga Khilafat agar dengan petunjuk Ilahi bisa membimbing umat Muslim. Berbagai gerakan muncul di kalangan Muslim ortodoks yang mencoba menegakkan kembali Khilafat. Tetapi menyedihkan sekali bahwa semua upaya tersebut telah gagal. Hal mana sebenarnya akibat dari mereka itu kalis dari petunjuk Ilahi dan semata-mata didasarkan pada upaya manusia yang tidak lepas dari sifat mementingkan diri dan nafsu berkuasa.
Khilafat merupakan wacana ruhani yang sepenuhnya milik Allah s.w.t. dimana kemunculannya tidak pernah mewujud sebagai hasil dorongan politis atau gerakan pseudo-agama. Dimana pun jika Allah s.w.t. menghendaki terwujudnya Khilafat, selalu berkaitan dengan penerusan kerja seorang Nabi Allah. Dalam sejarah tidak pernah tercatat ada Khilafat yang bisa muncul tanpa didahului seorang Nabi. Khilafat yang dijanjikan dalam Al-Quran adalah sebagai penerusan langkah seorang Nabi. Dikemukakan dalam salah riwayat bahwa Hazrat Rasulullah s.a.w. bersabda:

‘Kenabian akan berada di tengah kalian selama Tuhan menghendaki. Dia akan mengakhirinya dan meneruskannya dengan Khilafat berdasarkan sunnah rasul, untuk jangka waktu selama dikehendaki-Nya dan setelah itu akan mengakhirinya. Bentuk monarki tiranikal akan mengikutinya dan akan ada selama Allah menghendakinya untuk kemudian juga diakhiri. Setelah itu akan muncul despotisme non-monarki selama Allah menghendakinya dan akan berakhir sesuai takdir-Nya. Barulah setelah itu akan muncul Khilafat yang berdasarkan sunnah Kenabian.’ (Masnad Ahmad)
Dari nubuatan Hazrat Rasulullah s.a.w. ini jelas bahwa Khilafat yang akan muncul kemudian setelah beliau akan terdiri dari dua era, yaitu yang satu langsung mewujud setelah kewafatan beliau, dimana dengan era Khilafat yang satunya lagi, akan ada periode rejim yang bersifat supresif, opresif dan kejam. Saat wafat Hazrat Rasulullah s.a.w. lembaga Khilafat yang beberkat itu langsung mewujud sebagaimana dinubuatkan. Khilafat baru akan mewujud lagi dengan kemunculan Al-Masih yang Dijanjikan yaitu pendiri Jemaat Islam Ahmadiyah.

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. dari Qadian adalah seorang hamba Allah dan pengikut Hazrat Rasulullah s.a.w. yang setia. Beliau menyatakan bahwa dirinya telah ditunjuk Allah s.w.t. sebagai suara penyeru di zaman ini, bahwa dirinya adalah Al-Masih serta Imam Mahdi yang dinubuatkan dalam hadith Rasulullah s.a.w.. Beliau menyatakan bahwa semua nubuatan yang terkandung dalam berbagai kitab suci semua agama tentang kedatangan seorang utusan Ilahi di akhir zaman, telah terpenuhi dalam dirinya. Bahwa Tuhan telah membangkitkan dirinya untuk siar Islam di zaman ini dan bahwa Tuhan telah memberikan kepadanya wawasan tentang isi Al-Quran serta mengungkapkan kepadanya makna dan kebenaran hakikinya.
Melalui karya beliau, pesan-pesan dan teladan yang diberikan, beliau mengagungkan Hazrat Rasulullah s.a.w. serta mengungkapkan superioritas Islam di atas semua agama lainnya sedemikian rupa sehingga Hazrat Rasulullah s.a.w. akan diterima sebagai Khataman Nabiyyin oleh semua bangsa di dunia. Ketika fanatisme dan kekaburan menjadi ciri cara berfikir Muslim, beliau mengungkapkan khazanah tak terbatas berisi pengetahuan, filsafat dan kebijakan Al-Quran. Nilai-nilai moral dan spiritual sebagaimana diterakan dalam Al-Quran dan diilustrasikan secara sempurna oleh Hazrat Rasulullah s.a.w. telah beliau hidupkan kembali sehingga manusia bisa menarik manfaat tidak saja dari sunnah tetapi juga dari teladan beliau.

Ketika Hazrat Masih Maud a.s. wafat, muncul obituari dari Muslim yang berfikiran terbuka dan non-Muslim pun ikut memuji fitrat messianik, kesucian dan ketakwaan beliau. Namun para musuh yang berfikiran cupat langsung bergembira atas kewafatan beliau, sambil mengharap bahwa apa yang mereka anggap sebagai bid’ah besar sekarang akan mati dengan sendirinya. Pada saat kritis demikian, salah seorang pengikut beliau yang paling setia, seorang ulama, dokter yang terkenal, seorang penafsir Al-Quran yang terpelajar, secara aklamasi dipilih menjabat sebagai Khalifatul Masih. Berkat rahmat Allah s.w.t., dalam kapasitas tersebut beliau berhasil mengemudikan bahtera Ahmadiyah ke perairan yang aman dan menjaganya dari disintegrasi. Nama beliau adalah Nuruddin (Nur Agama) dan sinonim dengan kecemerlangan jasa beliau dalam mengkhidmati agama.

Hazrat Maulvi Nuruddin r.a. memiliki keimanan bulat kepada Allah s.w.t. dan sepenuhnya bertopang kepada-Nya untuk segala kebutuhan dirinya. Sebagai sosok Khalifatul Masih, peran beliau amat beraneka dan berfaset banyak. Meski kesehatan dirinya tidak selalu baik namun semua tugas-tugas dilaksanakannya dengan wajah teduh dan kesungguhan yang membuat orang lain iri. Beliau tetap mendiagnosa dan memberi obat kepada para pasien, memberikan pengarahan, nasihat dan petunjuk kepada para pejabat Jemaat, memberikan khutbah tentang Al-Quran, Hadith dan filosofi Islam, mendiktekan jawaban atas kritik terhadap Islam serta mempelajari proyek-proyek siar Islam. Namun yang paling menonjol dari beliau adalah laku pemeliharaan dan penguatan lembaga Khilafat dalam menghadapi tentangan dari para pengacau yang berusaha mendongkel kewenangan beliau dan menciptakan kegalauan dalam Jemaat. Tidak ada suatu apa pun yang bisa mempengaruhi tekad dan kebijakan beliau. Dengan suara lantang tanpa tedeng aling-aling beliau menyatakan: ‘Aku nyatakan dengan sesungguhnya dan Allah menjadi saksi bahwa aku tidak akan menanggalkan jubah yang telah dikaruniakan oleh-Nya kepadaku.’

Ketika beliau wafat, jubah Khilafat tersebut diberikan kepada Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a. Wujud Khalifatul Masih II ini adalah Putra yang dijanjikan kepada Hazrat Masih Maud a.s.. Kelahiran beliau merupakan pemenuhan nubuatan akbar dari Hazrat Masih Maud bahwa dirinya akan dikaruniai seorang putra yang fitrat dan keluhurannya akan menjadi amat luar biasa. Beliau ini ditahbiskan sebagai Khalifatul Masih pada usia relatif muda yaitu 25 tahun dan berkat rahmat Ilahi, masa jabatan beliau diberkati dengan keberhasilan yang sungguh luar biasa tak ada tandingannya. Dengan dana yang amat terbatas, beliau membimbing Jemaat ini menggapai ketinggian yang tadinya tidak pernah terbayangkan. Yang paling mencolok dari berbagai skema yang dilancarkan beliau adalah Tahrik Jadid dan Waqfi Jadid yang menjadi sarana guna membangun Jemaat ini hampir di semua negeri di dunia. Adalah kejeniusan dirinya yang unik yang juga telah melahirkan badan-badan pendukung yang merupakan anak-anak organisasi sehingga sekarang ini semua anggota Jemaat merasa terikat satu sama lain dalam suatu tali persaudaraan yang akrab dalam melaksanakan program-program peningkatan nilai-nilai akhlak dan keruhanian.

Hazrat Khalifatul Masih II menetapkan pembentukan Majlis Syura dalam Jemaat, sebuah dewan penasihat yang bertemu setiap tahun guna mempertimbangkan dan memberikan saran kepada Khalifah berkenaan dengan kebijakan-kebijakan penting. Beliau juga menetapkan dewan Qada yang merupakan sistem yudisial, yang memberikan kesempatan kepada Jemaat untuk menyelesaikan pertikaian internal dengan cara yang adil, ekonomis dan terhormat, sejalan dengan hukum dan yurisprudensi Islam. Beliau juga yang mengawali Jalsah Siratun Nabi dan Hari Pendiri Agama-agama Dunia guna merayakan riwayat hidup Rasulullah s.a.w. dan semua Nabi pendiri agama-agama besar. Beliau juga mempunyai perhatian khusus terhadap masalah-masalah politis dan sosial yang kompleks dan dengan itu berhasil menyelamatkan Jemaat melalui Perang Dunia yang menakutkan serta migrasi besar-besaran ke Pakistan setelah aksi perpisahan dengan India pada tahun 1947 dimana beliau mendirikan kota Rabwah dari titik nol di sebidang tanah yang tadinya tidak bisa dihuni sama sekali.

Buku-buku dan selebaran yang diterbitkan Hazrat Khalifatul Masih II lebih dari 200 judul sehingga hal ini mentabalkan beliau sebagai ahli agama dan ahli diagnostika tentang kebenaran-kebenaran eksternal. Karunia terbesar dari masa Khilafat beliau adalah magnum opus berbentuk Tafsiri Kabir yaitu tafsir Al-Quran yang amat mendetil. Tafsir setebal sepuluh ribu halaman ini mengandung berbagai pemahaman esoterika dan pengungkapan ribuan hakikat keruhanian serta rahasia-rahasia tersembunyi, banyak dari antaranya yang belum pernah dikemukakan siapa pun sebelumnya. Masa Khilafat beliau merentang selama limapuluh dua tahun dan merupakan periode emas dalam sejarah Ahmadiyah dan Islam. Meski demikian banyak tugas dan kegiatan yang harus dilakukan, beliau tetap berusaha keras agar Jemaat selalu tetap aktif dalam memperbaiki diri dan dalam kegiatan siar Islam. Beliau mengerahkan segala kemampuan unggulan yang ada pada diri beliau, selalu memberikan nasihat, ajakan dan teguran. Beliau sendiri memberikan teladan diri yang cemerlang dan menghabiskan sebagian malam dalam berdoa kepada Tuhan.
Ketika Hazrat Khalifatul Masih II wafat maka putra beliau yang tertua yaitu Hazrat Mirza Nasir Ahmad r.a. terpilih sebagai Khalifatul Masih III. Dalam masa Khilafat beliau selama tujuhbelas tahun, dengan kemampuan administratif yang unik dan perencanaan kemaslahatan jangka panjang yang menonjol, beliau telah berhasil memperkuat Jemaat dan mengembangkannya secara luar biasa. Beberapa ciri mencolok dari masa Khilafat beliau antara lain adalah pendirian Yayasan Fazl Umar guna mengembangkan aktivitas di bidang riset, pendidikan, tugas-tugas muballigh dan kesejahteraan ekonomi Jemaat serta Majlis Nusrat Jehan yang mendirikan berpuluh sekolah dan rumah sakit di Afrika Barat, semata-mata demi kemanusiaan tanpa motivasi laba. Melalui skema tersebut, berjuta-juta bangsa Afrika yang kemudian masuk dalam Jemaat Ahmadiyah dan sekarang pun masih berlangsung terus. Namun mungkin yang paling dikenang dari diri beliau adalah modus vivendi yang sederhana tetapi pragmatis yang diwariskan kepada Jemaat yaitu motto: Love for All, Hatred for None (Kasih untuk semua, tiada kebencian bagi siapa pun).

Sekarang ini kita sedang melalui masa keemasan dari Hazrat Khalifatul Masih IV. Beliau ini sebagaimana juga para pendahulu sebelumnya adalah sosok yang memperoleh bimbingan Ilahi. Beliau melancarkan berbagai skema guna memobilisasi upaya Jemaat bagi kegiatan siar Islam secara global. Pada tanggal 10 Juni 2002 yang merupakan tahun ke 20 masa Khilafat beliau, Jemaat demikian diberkati dengan pertambahan anggota dari tadinya sekitar 10 juta orang sampai sekarang telah mencapai 150 juta orang di seluruh dunia. Di bawah bimbingan beliau, ribuan mesjid, rumah missi, klinik, rumah sakit, sekolah dan perguruan tinggi didirikan demi pengkhidmatan kepada Islam. Rumah-rumah obat homeopathy didirikan di seluruh dunia di bawah bimbingan beliau, memberikan pengobatan untuk berbagai penyakit tanpa memungut biaya. Di antara sekian banyak buku yang dikarangnya, Revelation, Rationality, Knowledge and Truth merupakan buku yang paling kondang diakui sebagai karya tulis terbesar di abad lalu. Pengabdian bagi Al-Quran nyata dari supervisi langsung yang beliau lakukan atas berbagai terjemah dan revisi akurat terjemahan Al-Quran dalam berbagai bahasa, dimana beliau sendiri menyumbangkan terjemah dan tafsir bernas dalam bahasa Urdu.
Muslim Television Ahmadiyya (MTA) merupakan saluran televisi global Muslim pertama yang diterjemahkan dalam delapan bahasa adalah juga hasil pemikiran Hazrat Khalifatul Masih IV. Hampir tidak mungkin membilang segala berkat yang telah ditimbulkan oleh peluncuran MTA International ini. Saluran ini menjadi sumber pengetahuan, mengajarkan berbagai bahasa, membahas masalah-masalah topikal dan kaitannya dengan kesejahteraan moral dan spiritual manusia. Secara umum, saluran ini menjadi nara sumber bagi pemerhati agama dan filsafat di seluruh dunia. Kunci keberhasilan program tersebut tidak terlepas dari kemunculan Hazrat Khalifatul Masih dalam berbagai tayangan sehingga baik Muslim mau pun non-Muslim bisa memetik faedah dari luas pengetahuan, kebijaksanaan dan wawasan beliau. Melalui MTA inilah kita bisa menyaksikan kejadian historis seperti Acara Bai’at Internasional pada saat Jalsah Salanah dimana dalam satu tahun saja sekitar 81 juta orang Ahmadi baru bergabung dari ratusan negeri di seluruh dunia, bersama-sama melakukan ikrar bai’at di tangan Hazrat Khalifatul Masih melalui transmisi satelit.
Jelas kiranya bahwa Khilafat tidak saja merupakan suatu lembaga yang amat berberkat tetapi juga merupakan suatu lembaga yang amat penting dalam Islam dan karena itu wajib dipatuhi sebaik-baiknya. Seorang Khalifah dipilih melalui kehendak Ilahi tetapi melalui laku pemilihan oleh kaum mukminin. Dengan kata lain, pada saat kritis dalam pemilihan seorang Khalifah, fikiran dan kalbu para mukminin dibimbing Allah s.w.t. untuk memberi suara kepada orang pilihan-Nya. Karena sosok Khalifah dipilih sejalan dengan kehendak Ilahi maka laku ketidak-patuhan kepadanya sama dengan tidak patuh kepada Tuhan. Hal ini dengan sendirinya menjadi prasyarat bagi kelanjutan lembaga Ilahi yang akbar tersebut. Bagi Jemaat Ahmadiyah, Khilafat tidak diragukan lagi adalah karunia terbesar yang bisa dinikmati. Sosok Khalifah memainkan peran sentral sebagai pemersatu Jemaat di bawah satu panji-panji. Bagi semua anggota Jemaat, sosok Khalifah menjadi bapak yang mengasihi kepada siapa mereka bisa meminta bimbingan, nasihat dan dorongan. Bagi semua orang yang berfikir dan berniat baik maka sosok Khalifah menjadi kawan dan konselor, sedangkan bagi mereka yang sedang kesulitan maka ia menjadi penghibur.
Hanya melalui berkat Khilafat dan rahmat Ilahi maka Islam maju di masa lalu dan hal yang sama insya Allah akan berlanjut sekarang selama berabad-abad yang akan datang. Kenabian merupakan benih yang pertumbuhannya kemudian dipelihara agar menyebar ke seluruh dunia oleh lembaga Khilafat. Setelah berpulangnya Hazrat Rasulullah s.a.w., adalah melalui kinerja Khulafa ur-Rasyidin maka Islam menyebar ke seluruh dunia yang dikenal waktu itu. Sekarang ini di bawah bimbingan Khalifatul Masih maka Jemaat Islam Ahmadiyah terus menyebar ke seluruh dunia dengan kecepatan tinggi meski dirintangi oleh para fanatikus yang memusuhi, baik yang individual mau pun pemerintahan, yang berupaya memupus Ahmadiyah dari muka bumi. Berkat rahmat Khilafat Ahmadiyah maka janji Allah dalam Al-Quran bahwa ‘Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka yang telah Dia ridhai bagi mereka’ akan terpenuhi. Sudah dekat hari-harinya ketika kita akan melihat persatuan umat manusia di bawah panji-panji Islam dan kita akan menyaksikan manifestasi final dan universal dari Ketauhidan Allah s.w.t.

http://ahmadiyah.info/index.php?option=com_content&task=view&id=181&Itemid=1

Al-Qur’an Telah Mencakup Seluruh Kebenaran

In Uncategorized on 12 November 2009 at 01:07

Menjadi keyakinanku bahwa Kitab Suci Al-Qur’an bersifat sempurna dalam ajarannya dan lengkap berisi semua kebenaran yang ada sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah s.w.t. bahwa:
“Telah Kami turunkan kepada engkau kitab itu untuk menjelas kan segala sesuatu”. (S.16 An-Nahl:90)
serta ayat:
“Tiada sesuatu yang Kami alpakan dalam Kitab ini”. (S.6 Al-Anaam:39).
Tetapi aku juga berpendapat bahwa bukanlah fungsi dari setiap ulama atau maulvi untuk mengemukakan dan mencanangkan masalah-masalah keagamaan dari Al-Qur’an. Ini adalah fungsi dari orang-orang yang secara khusus telah ditolong oleh wahyu Ilahi sebagai bagian dari semi Kenabian atau kesucian. Mereka yang bukan penerima wahyu, sebenarnya tidak cukup kompeten untuk mengemukakan wawasan Al-Qur’an. Satu-satunya cara terbaik bagi mereka adalah menerima semua ajaran yang telah diterima turun temurun tanpa berusaha ingin menafsirkan Al-Qur’an.
Mereka yang memperoleh pencerahan dengan Nur wahyu suci termasuk di antara mereka yang disucikan. Kepada mereka inilah Allah s.w.t. dari waktu ke waktu membukakan mutiara-mutiara hikmah yang tersembunyi di dalam Al-Qur’an serta menjelaskan kepada mereka bahwa Hadzrat Rasulullah s.a.w. tidak ada menambah-nambahkan apa pun pendapat beliau sendiri ke dalam Al-Qur’an, disamping mengemukakan bahwa Hadits yang sahih hanya mengemukakan rincian dari prinsip-prinsip dan pengarahan yang ada di dalam Al-Qur’an. Dengan diungkapkannya wawasan ini maka mukjizat Al-Qur’an jadi merona nyata bagi mereka dan kebenaran dari ayat-ayat yang menurut Allah s.w.t. “tiada sesuatu yang Kami alpakan dalam Kitab ini”. menjadi jelas bagi mereka. (Al-Haq, Mubahisa Ludhiana, Qadian, 1903, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 4, hal. 80-81, London, 1984).
* * *
Makna daripada ayat:
“Dia-lah yang telah mengutus di tengah-tengah bangsa yang butahuruf seorang rasul dari antara mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah”. (S.62 Al-Jumuah:3)
ini ialah untuk menunjukkan bahwa Kitab Suci Al-Qur’an mempunyai dua tujuan akbar yang untuk itu maka telah diutus Hadzrat Rasulullah s.a.w. Yang pertama adalah hikmah kebijaksanaan Al-Qur’an yaitu yang berkaitan dengan wawasan dan mutiara-mutiara hikmah yang dikandungnya. Yang kedua adalah pengaruh dari Al-Qur’an dalam menyucikan batin.
Penjagaan Al-Qur’an tidak saja berarti memelihara keutuhan teksnya, karena fungsi seperti ini juga telah dilakukan oleh umat Yahudi dan Kristiani berkaitan dengan Kitab-kitab suci mereka sejak dahulu, sedemikian rupa sehingga tekanan huruf-huruf hidup (vowel) dari Kitab Taurat pun mendapat perhatian mereka. Yang dimaksud dengan penjagaan Al-Qur’an tidak saja hanya memelihara teksnya tetapi juga memelihara kemaslahatan dan pengaruh Kitab tersebut dan hal ini bisa dilakukan sejalan dengan pengelolaan Ilahi jika dari waktu ke waktu selalu didatangkan wakil-wakil dari Hadzrat Rasulullah s.a.w. dimana mereka ini memperoleh berkat Kerasulan sebagai pantulan refleksi wujud beliau. Hal ini diindikasikan dalam ayat:
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang dari antara kamu yang beriman dan bermuat amal saleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah-khalifah di muka bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah-khalifah dari antara orang-orang yang sebelum mereka; dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia ridhoi bagi mereka dan niscayalah Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mencekam mereka. Mereka akan menyembah kepada-Ku dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Daku. Dan barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang yang durhaka”. (S.24 An-Nur:56).
Ayat ini menjelaskan makna dari ayat lainnya yaitu:
“Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan peringatan ini dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya”. (S.15 Al-Hijr:10)
sebagai jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana Al-Qur’an itu akan dijaga. Allah yang Maha Agung telah berfirman bahwa dari waktu ke waktu Dia akan mengirimkan pewaris Hadzrat Rasulullah s.a.w.
(Shahadatul Qur’an, Panjab Press, Sialkot, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 6, hal. 338-339, London, 1984).

oleh Mirza Ghulam Ahmad pendiri Jemaat Ahmadiyah

Tanda-tanda kebenaran Al-Qur’an sebagai Kitab Ilahi

In Uncategorized on 12 November 2009 at 01:07

Cara yang pasti, mudah, sempurna, tanpa kesulitan, tanpa susah payah, tanpa keraguan atau kecurigaan, tanpa kesalahan atau kealpaan, berikut prinsip-prinsip yang benar yang dilengkapi dengan argumentasi yang mendukung serta memberikan keyakinan yang sempurna adalah Kitab Suci Al-Qur’an. Tidak ada Kitab atau pun sarana lainnya yang bisa memberikan sarana guna pencapaian tujuan akbar tersebut. (Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 77, London, 1984).
* * *
Tanda jelas yang digunakan seorang yang berpikir untuk mengenali suatu Kitab yang diwahyukan hanya bisa ditemukan di dalam Kitab Suci dari Allah yang Maha Kuasa yaitu Al-Qur’an. Di masa ini semua sifat-sifat yang seharusnya bisa ditemukan sebagai tanda yang jelas dari suatu Kitab Ilahi nyatanya tidak terdapat di dalam Kitab-kitab lainnya. Bisa jadi Kitab-kitab tersebut ada memiliki sifat-sifat tersebut di masa awalnya, tetapi yang jelas sekarang ini sudah tidak ada lagi.
Cara yang pasti, mudah, sempurna, tanpa kesulitan, tanpa susah payah, tanpa keraguan atau kecurigaan, tanpa kesalahan atau kealpaan, berikut prinsip-prinsip yang benar yang dilengkapi dengan argumentasi yang mendukung serta memberikan keyakinan yang sempurna adalah Kitab Suci Al-Qur’an. Tidak ada Kitab atau pun sarana lainnya yang bisa memberikan sarana guna pencapaian tujuan akbar tersebut. (Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 77, London, 1984).
* * *
Tanda jelas yang digunakan seorang yang berpikir untuk mengenali suatu Kitab yang diwahyukan hanya bisa ditemukan di dalam Kitab Suci dari Allah yang Maha Kuasa yaitu Al-Qur’an. Di masa ini semua sifat-sifat yang seharusnya bisa ditemukan sebagai tanda yang jelas dari suatu Kitab Ilahi nyatanya tidak terdapat di dalam Kitab-kitab lainnya. Bisa jadi Kitab-kitab tersebut ada memiliki sifat-sifat tersebut di masa awalnya, tetapi yang jelas sekarang ini sudah tidak ada lagi. Berdasarkan alasan yang telah kami kemukakan, Kitab-kitab tersebut masih kami anggap sebagai sesuatu yang diwahyukan, namun dalam kondisinya sekarang ini sebenarnya Kitab-kitab itu sudah tidak ada gunanya. Kitab-kitab itu lebih mirip istana yang telah kosong dan tinggal puing-puingnya serta kalis dari kekayaan dan kekuatan. (artikel dilekatkan pada Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 23, hal. 402, London, 1984).
* * *
Jika ada lawan Islam yang berkeberatan atas superioritas atau lebih baiknya Al-Qur’an dibanding semua Kitab-kitab yang diwahyukan, karena hal itu berarti bahwa Kitab-kitab lainnya itu mutunya lebih rendah, padahal isinya bersumber pada Tuhan yang sama sehingga seharusnya tidak ada masalah superioritas atau inferioritas di antara Kitab-kitab tersebut, maka jawaban untuk itu ialah bahwa dari sudut pandang pewahyuan memang semua Kitab itu sama adanya, namun nyatanya yang satu lebih tinggi dari yang lain berkaitan dengan kuantitas isi dan penyempurnaan keimanan yang dikandungnya. Dari sudut pandang ini, jelas bahwa Al-Qur’an lebih unggul dibanding semua Kitab samawi lainnya karena Kitab-kitab tersebut tidak mengandung petunjuk guna penyempurnaan agama seperti masalah-masalah yang berkaitan dengan Ketauhidan Ilahi, penyangkalan segala bentuk syirik, obat penawar bagi penyakit-penyakit ruhani, argumentasi untuk menolak agama-agama palsu serta bukti-bukti dari aqidah yang benar, sebagaimana secara tegas dikemukakan dalam Al-Qur’an. (Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 74, London, 1984)

oleh Mirza Ghulam Ahmad Pendiri Jemaat Ahmadiyah

Persyaratan Masuk Dalam Jemaat Ahmadiyah

In Ahmadiyah, Ahmadiyah, Aqidah, Ghulam Ahmad, Imam Mahdi, Kamis, Khalifah I, Khalifah II, Khalifah III, Khalifah IV, Khalifah V, November, Tabligh, Tarbiyat on 12 November 2009 at 01:07

SYARAT-SYARAT BAI’AT
DALAM JEMA’AT AHMADIYAH

Oleh: HAZRAT IMAM MAHDI, MASIH MAU’UD A.S.

Orang yang bai’at berjanji dengan hati yang jujur bahwa:

1. Di masa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur senantiasa akan menjauhi syirik.
2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasiq, kejahatan, aniaya, khianat, mengadakan huru-hara, dan memberontak serta tidak akan dikalahkan oleh hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.
3. Akan senantiasa mendirikan shalat lima waktu semata-mata karena mengikuti perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mendirikan shalat Tahajud, dan mengirim salawat kepada Junjungannya Yang Mulia Muhammad Rasulullah s.a.w. dan memohon ampun dari kesalahan dan mohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukurinya dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan.
4. Tidak akan mendatangkan kesusahan apa pun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, biar dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara apa pun juga.
5. Akan tetap setia terhadap Allah Ta’ala baik dalam segala keadaan susah atau pun senang, dalam duka atau suka, nikmat atau musibah; pendeknya, akan rela atas keputusan Allah Ta’ala. Dan senantiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Ta’ala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.
6. Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu, dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah Alquran Suci di atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam tiap langkahnya.
7. Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah-lembut, berbudi pekerti yang halus, dan sopan santun.
8. Akan menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih daripada jiwanya, hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya.
9. Akan selamanya menaruh belas kasih terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepadanya.
10. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini “Imam Mahdi dan Al-Masih Al-Mau’ud” semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal makruf (segala hal yang baik) dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan ataupun ikatan kerja.

Diterjemahkan dari “ISYTIHAR TAKMIL TABLIGH”

Arti Khataman Nabiyyin menurut Ahmadiyah

In Ahmadiyah, Ahmadiyah, Aqidah, Kamis, Tabligh, Tafsir on 12 November 2009 at 01:02

Pandangan Ahmadiyah tentang “Khataman Nabiyin” :
Berikut ini keterangan dalam Hadits serta literatur-literatur terkenal dalam dunia Islam yang telah mengungkapkan penggunaan kata khaatam dengan arti yang menunjukkan suatu derajat (rank) kemuliaan, keunggulan, keutamaan, kesempurnaan, atau derajat lainnya, sebagai berikut:

(i) Hadhrat Ali r.a. adalah “khaatam-ul-auliya” (Tafsir Saafi, pada Surah al-Ahzab). Apakah setelah Hz. Ali r.a. wafat tidak ada auliya (wali) lagi? Tentu tidak. Banyak kemudian hadir wali-wali Allah yang termashur dalam dunia Islam.

(ii) Imam Syafi’i r.h. (767-820) juga disebut “khaatam-ul-auliya” (Al Tuhfatus-Sunniyya, hlm. 45)

(iii) Syekh Ibn-ul-Arabi r.h. (1164-1240) disebut sebagai “khaatam-ul-auliya.” (Futuhaat Makkiyyah, pada halaman judul)

Tiga orang auliya (wali) Allah ini masing-masing telah diberikan gelar khaatam-ul-auliya. Bagaimanakah kata khaatam menurut ungkapan bahasa Arab itu hanya dapat diartikan sebagai terakhir/penutup saja, yaitu tidak boleh ada lagi auliya (wali) lain setelah Hz. Ali bin Abi Thalib r.a.?

Kita lanjutkan pemakaian dan ungkapan kata khaatam menurut bahasa Arab.

(iv) Abu Tamaam (804-845), seorang penyair yang dijuluki sebagai “khaatam-usy-syu’araa” (Dafiyaatul A’ayaan, vol. 1, hlm. 123, Kairo). Apakah setelah Abu Tamaam wafat tidak ada penyair lagi? Tentu tidak. Banyak kemudian hadir penyair-penyair terkenal dalam dunia Islam.

(v) Abu Al-Tayyib (915-965) juga disebut sebagai “khaatam-usy-syu’araa” (Muqaddimah Deewan Al-Mutanabbi, Mesir, hlm. 10)

(vi) Abul al-‘Alaa al-Ma’arri (973-1057) juga dinyatakan sebagai “khaatam-usy-syu’araa” (Muqaddimah Deewan Al-Mutanabbi, Mesir, Catatan kaki, hal 10)

(vii) Syekh Ali Hazeen (1701-1767) juga dikenal sebagai “khaatam-usy-syu’araa” di negeri Hindustan (Hayati Sa’adi, hlm. 117)

(viii) Habib Shirazi juga dihormati sebagai “khaatam-usy-syu’araa” di Iran (Hayati Sa’adi, hlm. 87)

Dari lima orang penyair di atas masing-masing telah diberikan gelar khaatam-usy-syu’araa. Bagaimanakah kata khaatam menurut ungkapan bahasa Arab itu hanya dapat diartikan sebagai terakhir/penutup saja, yaitu tidak boleh ada lagi penyair lain setelah Abu Tamaam?

Kita lanjutkan pemakaian dan ungkapan kata khaatam menurut bahasa Arab.

(ix) Kamper (Camphor), obat anti ngengat dan jamur disebut “khaatam-ul-kiraam” atau “obat yang terunggul.” (Sharh Deewan-al Mutanabbi, hlm. 304).

Apakah tidak ada obat lain yang digunakan atau ditemukan setelah kamper, jika kata khaatam diartikan sebagai terakhir/penutup?

(x) Imam Muhammad Abduh dari Mesir digelari “khaatam-ul-a’imma” (Tafsir Al-Fatihah, hlm. 148). Apakah tidak ada lagi pemimpin (Imam) agama setelah Muhammad Abduh?

(xi) Al-Sayyid Ahmad Al-Sanusi dinamakan “khaatam-ul-mujahidiin” (Akhbaar Al-Jaami’atul Islamiyyah, Palestina, 27 Muharram 1352 H). Apakah Sayyid Ahmad Sanusi merupakan mujahid terakhir/penutup di Palestina?

(xii) Ahmad bin Idris disebut “khaatam-ul-muhaqqiqin” (Al-Aqd-al-Nafees). Apakah Ahmad bin Idris orang yang terakhir mencari kebenaran (haq)?

(xiii) Abul Fazl Al-Alusi juga disebut “khaatam-ul-muhaqqiqin” (Pada halaman judul dari Tafsir Ruhul Ma’aani)

(xiv) Syekh Al-Azhar Saleem Al Bashree juga disebut “khaatam-ul-muhaqqiqin” (Al-Heraab, hlm. 372)

(xv) Imam Abdurahman As-Suyuthi r.h. juga dicatat sebagai “khaatam-ul-muhaqqiqin.” (Pada halaman judul Tafsir Itqaan)

Sampai di sini menjadi semakin jelas arti dan hakikat sesungguhnya dari kata khaatam. Selanjutnya kita dapatkan lagi:

(xvi) Hadhrat Shah Waliyullah dari Delhi diakui sebagai “khaatam-ul-muhaditsiin” (Ajaala Naafi’a). Apakah tidak ada lagi ahli Hadits lain di dunia ini setelah Hz. Shah Waliyyullah?

(xvii) Syekh Syamsuddin disebut sebagai “khaatama-tul-huffaaz” (Al-Tajreed-us Sareeh, Muqaddimah, hlm. 4). Hafiz adalah orang yang hafal luar kepala seluruh isi Al-Qur’an. Apakah tidak ada lagi hafiz di dunia ini setelah Syekh Syamsuddin?

(xviii) Syekh Rasyid Ridha mendapat gelar sebagai “khaatam-ul-mufassirin” (Al-Jaami’atul Islamiyyah, 9 Jumadi-us-Tsaani, 1354 H). Apakah tidak ada lagi ahli tafsir di dunia ini setelah Syekh Rasyid Ridha?

(xix) Dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun, halaman 271 terdapat istilah “khaatam-ul-wilayah” yang digunakan untuk menunjukkan kesempurnaan wali. Apakah hanya ada satu wali saja di dunia ini?

(xx) Imam Suyuthi mendapat gelar “khaatam-ul-muhadditsin” (Hadya Al-Shiah, hlm. 210). Apakah setelah beliau tidak ada lagi ahli Hadits di dunia ini?

(xxi) Dalam Bible bahasa Arab kita temukan kata “khaatam-ul-kamaal” (gambar kesempurnaan). Kita lihat dalam Yehezkiel 28:12 versi bahasa Indonesia sebagai berikut: “Hai anak manusia, ucapkanlah suatu ratapan mengenai raja Tirus dan katakanlah kepadanya: Demikianlah firman Tuhan Allah: Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah.”

(xxii) Dalam Hadits kita temukan “khaatam-ul-muhajiriin.” Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tentramlah wahai pamanku, sesungguhnya engkau adalah khaatam-ul-muhajiriin dalam hijrah, sebagaimana aku adalah khaataman-nabiyyiin dalam kenabian.” (H. R. Ibnu Asakir dan Asyaasyi, dalam Kanzul ‘Ummal, Alaudin Alhindi, Muassatur Risalah, Beirut, 1989, jld. XIII, hlm. 519, Hadits no. 37339). Apakah setelah Hz. Abbas r.a. tidak ada lagi orang yang berhijrah ke Medinah? Apakah Hz. Abbas r.a. adalah orang yang terakhir berhijrah ke Medinah? Tentu tidak.
Dan masih banyak contoh lainnya mengenai pemakaian kata khaatam yang dapat ditemukan dalam literatur-literatur dunia Islam yang mengungkapkan kata khaatam bukanlah mutlak berarti terakhir/penutup saja.
Jadi, sesuai dengan literatur-literatur berbahasa Arab seperti di atas, maka makna kata khaatam memiliki arti yang menunjukkan suatu derajat (rank) kemuliaan, keunggulan, keutamaan, kesempurnaan, atau derajat lainnya.

Sumber : http://www.cybermq.com/forum/isi/3/8/2575

PENDIRIAN DAN ITIKAD JEMAAT AHMADIYAH

In Ahmadiyah on 12 November 2009 at 01:02

PENDIRIAN DAN ITIKAD JEMAAT AHMADIYAH

Riwayat Singkat Jemaat Ahmadiyah

Jemaat Ahmadiyah adalah gerakan dalam Islam yang didirikan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. pada tahun 1889 atau tahun 1306 Hijrah. Beliau lahir di Qadian, India, pada Jum’at pagi, tanggal 13 Februari 1835 bertepatan dengan 14 Syawal 1250 H dan berpulang ke rahmatullah pada tanggal 26 Mei 1908.

Berdasarkan wahyu-wahyu dan perintah Allah Swt. beliau adalah Almasih Yang Ditunggu dan Imam Mahdi Yang Dijanjikan kedatangannya di kemudian hari sebagaimana dinubuwatkan oleh junjungan kita Nabi Muhammad saw. Beliau berpangkat Nabi dan Rasul, tetapi tidak membawa syariat yang baru. Syariat yang dipegang teguh oleh beliau adalah Al-Qur’an Suci 30 Juz serta Sunnah Rasulullah saw. Tugas beliau yang berkali-kali diwahyukan oleh Allah Swt. kepada beliau adalah “yuhyid diina wa yuqiimusy syriah”, yaitu semata-mata menghidupkan agama serta menegakkan syariat agama Islam. Beliau telah menulis lebih dari 80 buku dalam bahasa Urdu, Parsi, dan Arab dengan maksud menjelaskan kepada penduduk dunia tentang kesucian dan kemuliaan ajaran-ajaran Islam. Dalam salah satu buku yang berjudul AL-WASIYAT, beliau berpesan antara lain :
“Adalah kehendak dan keinginan Allah Swt. bahwa Dia akan menarik semua roh-roh suci yang tinggal pada berbagai tempat dalam berbagai negeri di Eropa atau Asia, semua orang yang mempunyai fitrat baik, kepada ajaran Tauhid. Allah Swt. akan mengumpulkan semua hamba-hamba-Nya dalam agama yang satu. Inilah maksud Allah Swt. yang untuk perwujudannya ini aku telah diutus ke dunia. Maka ada baiknya kamu mengikuti benar-benar maksud itu, tetapi dengan jalan lemah lembut, mengutamakan keluhuran akhlak serta banyak-banyak berdo’a ke hadirat Allah Swt.”.
Setelah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Almasihul Mau’ud dan Imam Mahdi wafat, sesudah mengumpulkan kira-kira 200.000 pengikut-pengikut yang saleh dan setia, pimpinan Jemaat Ahmadiyah diteruskan dengan khilafat sesuai dengan sunnah Islam. Sebagai Khalifatul Masih I dipilih Hadhrat Haji Hakim Nuruddin r.a. yang wafat pada tanggal 13 Maret 1914. Beliau ini pernah menjadi guru agama di kota Medinah. Beliau keturunan langsung dari Khalifah yang kedua, Sayyidina Umar r.a.
Setelah beliau ini, dipilih Hadhrat Haji Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a., Mushlih Mau’ud, sebagai Khalifatul Masih II. Mengenai diri beliau ini, Hadhrat Imam Mahdi a.s. banyak menerima wahyu dari Allah Swt. yang menyatakan bahwa Hadhrat Haji Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad akan memainkan peranan untuk perkembangan Islam. Beliau memegang jabatan Khilafat selama 51 tahun dan telah menulis lebih dari 200 buku mengenai keluhuran dan kesucian ajaran-ajaran agama Islam, di antaranya tafsiran Al-Qur’an Suci setebal kira-kira 10.000 halaman. Dalam masa pimpinan beliau, Jemaat Ahmadiyah berkembang ke seluruh penjuru bumi. Beliau wafat pada tahun 1965 dan meninggalkan kira-kira 10 juta pengikut-pengikut Ahmadi yang sangat setia.
Kemudian setelah beliau wafat, dipilih Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad rh. sebagai Khalifatul Masih III. Beliau memperoleh pendidikan di sekolah-sekolah tinggi di India, Pakistan dan Inggris serta hafal di luar kepala Al-Qur’an 30 juz. Setelah beliau ini wafat dalam 1982, lalu dipilih Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh. sebagai Khalifatul Masih IV, yang hingga sekarang memegang pimpinan Jemaat Ahmadiyah.
Pada masa ini pengikut Jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia berjumlah kurang lebih 20 juta orang. Missi-missi dan pusat pertablighan Jemaat Ahmadiyah selain didapati di Pakistan, India dan Bangladesh tersebar pula di seluruh pelosok dunia seperti di Amerika dengan mesjid-mesjidnya di Dayton, Chicago, Washington dan di beberapa kota di Canada dan lain-lain. Demikian pula kita jumpai anggota-anggota Jemaat Ahmadiyah di Afghanistan, Persia (Iran) dan negara-negera Timur Tengah lainnya.
Di benua Eropa kita dapati mesjid-mesjid Ahmadiyah di kota London, di kota Zurich (Switzerland), di Den Haag (negeri Belanda), di kota Frankfurt dan Hamburg (Jerman Barat), di Kopenhagen (Denmark), di Gotenberg (Swedia), di Madrid (Spanyol) dan lain-lain.
Di benua Afrika, dibagian Barat dan Timur benua itu, missi-missi Jemaat Ahmadiyah telah banyak membangun proyek-proyek pendidikan dan kesehatan seperti di Nigeria, Ghana, Siera Leon, Gambia, Pantai Gading (Ivory Coast), Kenya, Zambia, Uganda, Tanzania, Mauritius dan lain-lain. Demikian pun terdapat pusat-pusat missi dan mesjid-mesjid di Guyana, Trinidad, Suriname, Kepulauan Fiji, Sri Langka, Malaysia, Singapore, Pilipina, Jepang dan lain-lain.
Kebenaran pendakwaan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Almasihul Mau’ud dan Imam Mahdi dapat diuji dengan Al-Qur’an Hakim dan Hadits-hadits Nabi Muhammad saw. Jika penyelidikan demikian tidak memberikan kepuasan, dapat diminta petunjuk langsung dari Allah Swt. dengan jalan shalat istikharah yang dilakukan dengan hati khusyu dan ikhlas.

SYARAT-SYARAT BAI’AT MASUK KE DALAM JEMAAT AHMADIYAH
(Diambil dari sabda Hadhrat Masih Mau’ud a.s.).

3.2. Tiap-tiap orang yang hendak bai’at masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah harus berjanji dengan ikhlas hatinya, bahwa :
3.2.1. Dia akan menjauhi syirik sampai meninggal dunia.
3.2.2. Dia akan menjauhkan diri dari zina, berdusta, memandang wanita yang bukan muhrim, menjauhi segala macam kedurhakaan dan kemaksiatan, penganiayaan dan pengkhianatan. Dan akan menjauhi perbuatan yang berupa pemberontakan dan kekacauan. Dan tidak akan membiarkan dirinya dikalahkan oleh dorongan-dorongan hawa-mafsunya, walaupun berapa kuat dan hebatnya.
3.2.3. Dia akan tetap mendirikan sembahyang yang lima waktu, sesuai dengan perintah-perintah Allah Taala dan Rasul-Nya saw. Dan senantiasa berusaha sedapat mungkin untuk mendirikan tahajjud (sembahyang malam), menghaturkan salawat dan salam untuk Nabi Muhammad saw. dan meminta ampun kepada Tuhan dari dosa-dosanya, dan mengingat setiap saat akan nikmat-nikmat-Nya dan karunia-karunia-Nya dengan ikhlas hati, serta bersyukur kepada-Nya dan membiasakan memuji dan menjunjung-Nya.
3.2.4. Dia, walaupun ada dorongan hawa nafsunya, tidak akan menyakiti seorangpun dari pada makhluk Allah pada umumnya, dan kaum Muslimin pada khususnya, baik dengan tangannya maupun dengan lidahnya ataupun dengan jalan lain.
3.2.5. Dia akan tulus dan ikhlas kepada Allah dan ridha kepada keputusan-Nya dalam segala hal, baik waktu duka atau waktu sukar dan senang atau waktu sempit dan lapang. Dan ia bersedia untuk menerima segala macam kehinaan dan menderita segala kesulitan pada jalan-Nya. Dia tidak akan memalingkan diri dari pada-Nya ketika datang suatu musibah atau turun suatu bala, bahkan dia akan lebih akrab mendekati-Nya.
3.2.6. Dia akan berhenti dari mengikuti adat istiadat yang buruk dan keinginan-keinginan yang jahat. Dia akan tunduk sepenuhnya pada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan akan menjadikan firman Allah Taala serta sabda Rasul-Nya saw. sebagai pedoman bagi amal perbuatannya pada segala bidang penghidupannya.
3.2.7. Dia akan membuang jauh sifat sombong dan angkuh, dan berlaku sepanjang hidupnya dengan merendahkan diri, dan akan menghadapi ummat manusia dengan muka jernih dan bergaul dengan mereka dengan sopan-santun dan budi pekerti yang baik.
3.2.8. Dia akan memandang agama, kehormatan agama dan kewajiban agama Islam lebih mulia dari jiwa-raganya, harta bendanya, anak cucunya dan dari segala apa saja yang dicintainya.
3.2.9. Dia akan menolong dan mengasihani segala makhluk Allah semata-mata mencari keridhaan-Nya. Dan sebisa-bisanya akan mengorbankan apa-apa yang telah diberikan Allah kepadanya berupa kekuatan dan kekayaan untuk kebaikan sesamanya.
3.2.10. Dia akan mengikat janji persaudaraan dengan Hamba Allah ini (Masih Mau’ud a.s.) semata-mata karena mencari keridhaan Allah Taala, yakni bahwa dia akan menaati aku dalam segala hal ma’ruf yang aku anjurkan kepadanya, kemudian dia tidak akan berpaling dari padanya dan tidak pula akan memungkirinya sampai mati. Dan janji persaudaraan ini hendaklah demikian sempurnanya sehingga tidak ada pertalian-pertalian dunia yang dapat menyamainya, baik pertalian kekeluargaan ataupun perniagaan.
Selain 10 syarat ini, seorang yang masuk Jemaat Ahmadiyah wajib berjanji akan memberikan sumbangan untuk da’wah dan tabligh Islam sedikitnya seper-enam belas (1/16) dan adakalanya sampai sepertiga (1/3) dari penghasilan atau gaji yang diperdapatnya dalam tiap-tiap bulan.

RIWAYAT SINGKAT PENDIRI JEMAAT AHMADIYAH

In Uncategorized on 12 November 2009 at 01:02

RIWAYAT SINGKAT PENDIRI JEMAAT AHMADIYAH

Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. berasal dari keluarga terhormat. Mirza adalah gelar yang biasa diberikan kepada kaum ningrat keturunan raja-raja Islam dinasti Moghul berasal dari Parsi (Iran). Sebutan Hadhrat biasa diberikan orang kepada wujud-wujud suci atau para rohaniawan. Sebutan Ghulam adalah nama keluarga. Sedangkan nama asli beliau adalah “AHMAD”.

Hadhrat Ahmad lahir pada tanggal 13 Februari 1835, bertepatan dengan 14 Syawal 1250 Hijrah, pada hari Jum’at di kediaman orang tua beliau sendiri, Mirza Ghulam Murthada, di dusun Qadian, yang terletak 36 mil dari kota Amritsar, Punjab, India. Keluarga Mirza yang menetap di dusun Qadian itu mempunyai hak atas seluruh Qadian dan berhak memungut pajak 5% dari tiga desa sekitarnya. Setelah mengalami kejayaan, kerajaan Moghul mengalami kepudarannya dan menjadi terpecah-pecah, lalu dilanda oleh kebangunan kembali raja-raja Hindu dan Sikh, hingga musnah sama sekali dengan datangnya Inggris.
Di zaman penjajahan Inggris ayahanda beliau berusaha mendapatkan kembali hak-hak atas tanah milik dengan membelanjakan puluhan ribu rupee untuk memenangkan tuntutan-tuntutan di meja hijau. Akan tetapi semuanya tidak berhasil. Sebagai ayah, Mirza Ghulam Murtadha menumpahkan banyak harapan kepada Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, agar puteranya itu kelak dapat berjuang untuk memulihkan kejayaan dan pamor duniawi keluarga Mirza. Akan tetapi Hadhrat Ahmad berkecenderungan sebaliknya, bahkan beliau mengungkapkan perasaan beliau, bahwa “tidak menghendaki kekayaan dalam arti duniawi, akan tetapi kaya dalam arti rohani”. Sekedar hormat dan taat kepada ayahandanya, beliau acap kali juga menyelesaikan perkara-perkara pengadilan membantu ayahanda, akan tetapi sebenarnya beliau merasa enggan dan hati beliau selalu tertarik kepada urusan rohani dan mencari-cari kepuasan dalam berzikir dan beribadat kepada-Nya.
Kata beliau dalam sebuah syair :

“Aku punya Teman dan aku dipenuhi kecintaan-Nya.
Aku merasa muak dengan segala pangkat dan kehormatan dan
kulihat dunia dan pengikut-pengikutnya menderita kelaparan.
Namun negeri cintaku tak pernah mengalami kekurangan;
Manusia cenderung kepada kesenangan dunia,
Sedangkan aku cenderung ke Wajah yang memberi
kenikmatan dan kesahduan”.

Hadhrat Ahmad tidak pernah menduduki bangku sekolah, karena memang sekolah-sekolah tidak ada waktu itu di Qadian. Akan tetapi sebagai anak dari keluarga terhormat, beliau diasuh oleh guru-guru pribadi yang mengajarkan Al-Qur’an dan bahasa Parsi (Iran). Beliau menunjukkan bakat dan keinginan belajar yang luar biasa, dengan demikian kecintaan kepada Al-Qur’an tumbuh dan semakin meresap ke dalam hati sanubari beliau. Sebagai seorang yang mempunyai pembawaan suci, kebanyakan waktu beliau lewatkan di dalam mesjid, asyik membaca dan menelaah Al-Qur’an, dan sering orang mendapatkan beliau tengah berjalan mondar-mandir di mesjid itu dengan sebuah kitab di tangan – suatu tanda bahwa otak beliau penuh dengan daya dinamika dan hati penuh dengan kecintaan kepada Al-Qur’an.

Beberapa waktu sebelum Mirza Ghulam Murtadha wafat, Hadhrat Ahmad mimpi bahwa seorang malaikat datang kepada beliau dan menasehati beliau supaya menjalankan ibadah puasa tertentu sesuai dengan sunnah para Rasul Allah dan Waliullah untuk memungkinkan diri beliau menerima Rahmat Ilahi. Maka beliaupun menjalankan puasa-puasa itu dengan diam-diam tanpa diketahui orang. Beliau tinggal di sebuah kamar di tingkat atas dan mengatur agar makanan dibawakan ke kamar beliau. Dengan diam-diam beliau suka mengundang anak-anak yatim untuk makan bersama-sama. Sesudah dua atau tiga minggu berikutnya beliau memutuskan untuk mengurangi makanannya sedikit demi sedikit; akhirnya beliau cukupkan hanya makan sekerat roti saja untuk isi perut beliau sehari semalam. Dalam hari-hari itu banyaklah ru’ya dan kasyaf yang beliau saksikan. Puasa khusus yang beliau jalankan atas perintah Allah tersebut di atas berkali-kali dilakukan beliau dan kadang-kadang berjalan selama 9 (sembilan) bulan.
Pada tahun 1876 ketika Hadhrat Ahmad sedang tinggal di Lahore, beliau menerima ilham yang maksudnya bahwa ayah beliau akan segera tutup usia. Beliau segera pulang ke Qadian dan mendapati ayahanda sedang sakit. Beliau diberi khabar lagi oleh Allah, bahwa ayah beliau akan wafat sesudah matahari terbenam. Beliau sangat bersedih hati, karena beliau segera akan kehilangan tanah tempat berpijak dan ranting tempat bergantung. Kemudian menyusullah wahyu berikut yang berbunyi: “Alaisallaahu bikaafin ‘abdahu?”, artinya: “Apakah Allah tidak cukup bagi hamba-Nya?”. Beliau menulis dalam catatannya mengenai peristiwa itu demikian: “Waktu itu disusul oleh suatu perasaan lega, seperti layaknya suatu luka pedih tiba-tiba menjadi sembuh oleh suatu obat mujarab”. Sesuai dengan khabar ghaib itu, ayahanda beliau wafat sesudah matahari terbenam.

TAMPIL KEMUKA MEMBELA ISLAM

Pada masa itu badai perlawanan terhadap Islam menjadi-jadi, menerjang dari segala jurusan. Perlawanan yang paling sengit datang dari golongan Kristen dan sekte Hindu Arya Samaj, yang memburuk-burukkan nama dan pribadi Nabi Muhammad saw., sedangkan orang-orang Islam dijadikan bulan-bulanan, tak ubahnya seperti perahu dipermainkan gelombang samudra.

Dengan rasa pedih Hadhrat Ahmad menangkis serangan-serangan itu dengan mengirimkan artikel-artikel dalam surat-surat kabar. Di saat menghebatnya serangan-serangan itu seringlah beliau menerima ilham-ilham yang mengandung khabar ghaib, yang kelak menjadi sempurna pada waktunya. Ketika serangan-serangan semakin gencar dan ulama-ulama lain tidak kuasa menjawab dan menangkis serangan-serangan itu beliau mengambil keputusan menulis buku yang terbit dengan judul “Barahin Ahmadiyah”. Jilid pertama terbit bulan Mei 1880. Untuk menerbitkan buku itu beliau tidak mempunyai dana. Lalu beliau berdo’a kepada Allah Taala dan hasilnya pun mengalirlah.
Di dalam buku itu beliau mengungkapkan ketinggian-ketinggian Islam serta mengumumkan bahwa bila ada seorang penganut agama lain dapat menampilkan ketinggian ajaran agamanya untuk menandingi ketinggian ajaran Islam seperti yang beliau uraikan, beliau bersedia memberikan hadiah sebesar 10.000 rupee. Ternyata tidak seorang pun yang sanggup memenuhi tantangan itu.

Alim ulama Islam di India mengakui keunggulan-keunggulan yang amat besar dari beliau dalam pembelaannya terhadap Islam. Kitab “Barahin Ahmadiyah” semakin masyhur dan dari beberapa kalangan orang suci datang anjuran-anjuran kepada beliau agar beliau menerima bai’at dari orang-orang, tetapi beliau selalu mengelak. Sampai akhirnya atas perintah Tuhan maka pada bulan Desember 1888 beliau mengeluarkan pengumuman tentang perlunya bai’at. Dan bai’at yang pertama dilakukan di kota Ludhiana pada tanggal 23 Maret 1889. Pada hari itu kurang lebih 40 orang bai’at ke tangan beliau dan yang pertama adalah Al Haj Maulvi Hakim Nuruddin, keturunan langsung Sayyidina Umar r.a. yang sesudah Hadhrat Ahmad berpulang ke rahmatullah menggantikan beliau menjadi Khalifatul Masih yang pertama.

DAKWA MENJADI MASIH DAN MAHDI YANG DIJANJIKAN

Dalam tahun 1890 beliau menulis buku yang berjudul “Fatah Islam” yang disusul kemudian oleh karya berikutnya: “Tauzih Maram”. Kedua buku tersebut terbit tahun 1891 bersama kitab “Izala Auham”. Di dalam buku-buku itu beliau mengumumkan bahwa berdasarkan wahyu kepada beliau Allah Swt. telah menunjuk beliau sebagai Masih dan Mahdi yang dijanjikan. Pendakwaan beliau ini ditunjang oleh banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Sabda Suci Rasulullah saw. yang akan kami utarakan di pasal-pasal yang menyusul. Kita mencatat bahwa di dalam kitab “Barahin Ahmadiyah”, beliau masih memegang pendirian yang sama seperti kebanyakan kaum muslimin tentang Nabi Isa a.s. yaitu masih hidup di langit. Akan tetapi dalam tahun 1891, ketika beliau diberitahu dengan wahyu bahwa Nabi Isa a.s. telah wafat, beliau mengubah pendirian itu.

SEMINAR AGAMA-AGAMA

Pada tahun 1896, di kota Lahore, diadakan seminar agama-agama atas prakarsa beberapa tokoh yang bercita-cita hendak menghentikan sengketa antara agama di India. Dalam seminar itu wakil-wakil dari berbagai agama menampilkan lima pokok masalah, dengan syarat bahwa pengemukanya tidak boleh menyerang agama lain dan hendaknya mengemukakan dalil-dalilnya hanya berdasarkan kitab sucinya masing-masing. Kelima pokok itu adalah sebagai berikut :

1. Keadaan Jasmani, Akhlak dan Rohani manusia.

2. Keadaan manusia sesudah mati.

3. Maksud hidup manusia dalam dunia ini dan jalan untuk mencapainya.

4.Akibat dan natijah dari perbuatan dan amal manusia di dunia ini dan di akhirat.

5. Jalan-jalan untukmemperoleh ilmu dan ma’rifat.

Oleh Panitia Seminar tersebut beliau pun di minta untuk ambil bagian dan beliau menjanjikan akan turut. Sebelum seminar berlangsung, dari awal beliau sudah diberi khabar oleh Allah Taala bahwa karangan beliau akan unggul. Khabar itu beliau umumkan dalam surat-surat selebaran. Beliau sendiri tidak dapat hadir pada seminar itu, dan mengutus salah seorang pengikut beliau, Maulvi Abdul Karim, yang mendapat kehormatan membacakan karangan beliau.

Semua surat kabar mengakui dalam laporan masing-masing tentang keunggulan karangan beliau. The Theosophical Book Notes menulis: “Penampilan tentang agama Muhammad yang terbaik dan paling menarik, yang baru kita jumpai”.

Karangan beliau itu telah diterbitkan dalam berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia dengan judul “Filsafat Ajaran Islam” dan bahasa Inggris dengan judul “The Teaching of Islam”.

Mengenai karangan itu pujangga Rusia kenamaan, Leo Tolstoy, menulis: “The ideas are very profound and very true”, yakni”gagasan-gagasannya sangat dalam dan benar”.

Harian “Bristol Times and Mirror” memberikan ulasan “Jelas, bukan orang sembarangan yang berdialog dengan orang Barat”.

“The Muslim Review” (India) menulis: “Dengan membacanya ternyata menghilangkan banyak salah pengertian tentang Islam”.

Semenjak beliau mendakwakan diri sebagai Masih dan Mahdi yang dijanjikan, tak ada lagi waktu yang terluang bagi beliau. Beliau seorang diri menghadapi perlawanan dari pihak musuh-musuh Islam dan bahkan dari kalangan kaum muslimin sendiri yang tidak menyadari tugas suci beliau, dan yang sama-sama melancarkan bermacam-macam fitnahan. Tetapi Allah Swt. selamanya menyelamatkan beliau dari segala fitnahan dan kesulitan-kesulitan yang ditimpakan kepada beliau dan Jemaatnya.

Pada tahun 1893 terbit buku beliau “Aina Kamalati Islam” yang berisikan uraian-uraian yang mencerminkan keindahan dan keluhuran agama Islam. Juga di dalam buku ini terdapat seruan kepada Ratu Victoria dari Inggris untuk memeluk agama Islam. Dengan kata-kata yang gagah dan berwibawa beliau menulis:
“Wahai Sri Baginda Ratu! Berlimpah-limpah kebajikan Tuhan yang Dia anugerahkan kepada Sri Baginda Ratu dalam urusan duniawi, kini dambakanlah kerajaan rohani. Bertaubatlah dan taatilah Dia yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai serikat dalam Kerajaan-Nya dan sanjunglah Dia ….”
Wahai Sri Baginda Ratu, terimalah Islam dan Baginda akan selamat”.

Pada tahun 1900 beliau menyempurnakan da’wah beliau kepada kaum Kristen dengan mengajak pendeta-pendeta di kota Lahore untuk “meminta Keputusan Ilahi” supaya Dia menyatakan siapa yang berdiri di pihak yang betul dan siapa di pihak yang bathil. Tetapi tantangan ini tidak diterima.

Pada tahun 1902 beliau mengarahkan pandangan ke Bangsa Eropa lalu menerbitkan majalah berbahasa Inggris bernama “Review of Religions” untuk mengajak orang-orang Eropa masuk ke pangkuan Islam.

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. berpulang ke rahmatullah pada tanggal 26 Mei 1908 dan dikebumikan di Qadian setelah memberi pesan terakhir kepada Jemaatnya dalam Kitab “Al Wasiyat”. Beliau meninggalkan pengikut sebanyak 200.000 orang yang setia dan saleh.

TUGAS-TUGAS IMAM MAHDI A.S.

Yang dibebankan oleh Allah Taala di pundak beliau, secara singkat adalah sebagai berikut :

1. Memperkenalkan kepada dunia tentang Tuhan Yang Maha Hidup dan Berkata-kata, seperti dahulu Dia Hidup dan Berkata-kata.

2. Menghilangkan segala rintangan dan hambatan yang menghalangi antara Khalik dan makhluk-Nya.

3. Memperkenalkan kepada dunia, bahwa Al-Qur’an-lah satu-satunya Kitab Suci dan Muhammad-lah satu-satunya Nabi yang sanggup menuntun ummat manusia ke jalan kebenaran dan yang diridhai oleh Allah Taala.

4.Membendung arus orang-orang Islam yang menyeberang ke agama Kristen dan lain-lain.
5. Menggembalakan ummat Islam di bawah naungan seorang Imam dengan perantaraan Khalifah-khalifah pilihan Tuhan.
6. Membuktikan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang hidup dan sanggup menjawab segala tantangan dan persoalan kehidupan ummat manusia di segala zaman.

Sumber Buku : Kami Orang Islam JAI,2007 h.22-26

Tafsir Al Fatihah Bag 5 (ayat 6 & 7)

In Ahmadiyah on 12 November 2009 at 00:57

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦)

Artinya:
“Tunjukilah kami pada [a] jalan yang lurus; [13]”
________________________________________
[a] 19:37 ; 36:62 ; 42:53,54

Tafsir:
[13]. “Doa ini meliputi seluruh keperluan manusia — kebendaan dan rohani, untk masa ini dan masa yang akan datang. Orang mukmin berdoa agar kepadanya ditunjukkan jalan lutus, jalan terpendek. Kadang-kadang kepada manusia diperlihatkan jalan uang benar dan lurus itu, tetapi ia ridak dipimpin kepadanya, atau, jika ia dibimbing ke sana, ia tidak berditetap pada jalan itu dan tidak mengikutinya hingga akhir. Doa itu menhandaki, agar orang beriman tidak merasa pulas dengan hanya diperlihatkan kepadanya siati kalanm atau juga dengan dibimbing ke sana, ia tidak bersitetap pada jalan itu dan tidak mengikutinya hingga akhir, Dia itu menghendaki, atau orang beriman tidak merasa puas dengan hanya diperlihatkan kepadanya siati jalan, atau juga dengan dibimbing pada jalan itu, tetapi ia harus senantiasa terus menerus mengikutinya hingga mencapai tujuannya, dan inilah makna hidayah, yang berarti, menunjukkan jalan yang lurus (90:11), membimbing ke jalan lurus ( 29:70 ) dan membuat orang mengikuti halan yang lurus ( 7:44 ) (Mufradat dan Baqa ). Pada hakikatnya, manusia memerlukan pertolongan Tuhan pada tiap-tiap langkah dan pada setiap saat, dan sangat perlu sekali baginya, agar ia senantiasa mengajukan kepada Tuhan permohonan yang terkandung dalam ayat ini. Maka oleh karena itu, dia terus-menerus itu memang sangat perlu, Selama kita mempunyai keperluan -keperluan yang belum kesampaian dan keperluan-keperluan yang belum terpenuhi dan tujuan- tujuan yang belum tercapai, kita selamanya memerlukan doa”.

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ (٧)

Jalan [a] orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, [14] bukan atas mereka [b] yang dimurkai dan bukan pula [c] yang sesat. [15]
________________________________________
[a] 4:70 ; 5:21 ; 19:59
[b] 2:62, 91 ; 3:113 ; 5:61,70
[c] 3:91 ; 5:78; 18:105

Tafsir :
[14]. “Orang mukmin sejati tidak akan merasa puas hanya dengan dipimpin ke jalan yang lurus atau dengan melakukan beberapa amal saleh tertentu saja,. Ia menempatkan tujuannya jauh lebih tinggi dan berusaha mancapai kedudukan saat Tuhan mulai menganugerakan karunia-karunia Ilahi yang dianugerakan kepada para pilihan Tuhan, lalu memperoleh dorongan semangat dari mereka. Ia malahan tidak berhenti sampai di situ saja, tetapi ia berusaha keras dan mendoa supaya digolongkan di antara “orang-orang yang telah mendapat nikmat itu, telah disebut dalam 4:70. Doa itu umum dan tidak untuk sesuatu karunia tertentu. Orang mukmin bermohon kepada Tuhan agar menganugerakan karunia rohani yang tertinggi kepadanya dan terserah kepada Tuhan untuk menganugerahkan kepadanya karunia yang dianggap-Nya pantas dan layak bagi orang mukmin itu menerimanya”

[15]. “Surah Al-Fatihah membuka suatu tertib indah dalam susunan kata-katanya dan kalimat – kalimatnya. Surah ini dapat dibagi dalam dua bagian yang sama. Separuhnya yang pertama bertalian dengan Tuhan, separuhnya yang kedua dengan manusia, dan tiap bagian bertalian sama sama lain dengan cara yang sangat menarik. Berkenaan dengan nama “Allah swt. ” yang menunjuk kepada Dzat yang memiliki segala sifat mulia yang tersebut dalam bagian pertama. Kita dapati kata- kata, hanya Engkau kamu sembah dalam bagian yang kedua. Segera setelah seseorang abid (yang melakukan ibadah) ingat bahwa Tuhan bebas dari segala cacat dan kekurangan dan memiliki segala sifat sempurna, maka seruan hanya Engkau kamu sembah dengan sendirinya timbul dari hati sanubarinya. Dan sesuai dengan sifat “Tuhan semesta Alam ” tercantum kata-kata kepada Engkau kami mohon pertolongan dalam bagian kedua. Setelah orang Islam mengetahui bahwa Tuhan itu Khalik dan Pemelihara sekalian alam dan Sumber dari segala kemajuan, ia segera berlindung kepada Tuhan, sambil berkata, kepada Engkau kamu mohon pertolongan, Kemudian, sesuai dengan sifat “Ar-Rahman,” yakni Pemberi karunia tak berbilang dan Pemberi dengan cuma-cuma segala keperluan kita, tercantum kata-kata, Tunjukilah kami pada jalan yang lurus dalam bagian kedua; sebab karunia terbesar yang tersedia bagi manusia ialah petunjuk yang disediakan Tuhan baginya, dengan menurunkan wahyu dengan perantaraan rasul-rasul-Nya. Sesuai dengan sifat “Ar-Rahim,” yakni, Pemberi ganjaran terbaik untuk amal perbuatan manusia dengan bagian pertama, kita jumpai kata-kata, Jalan orang- orang yang telah Engkau beri nikmat dalam bagian kedua, sebab memang Ar-Rahim -lah yang menganugerakan nikmat-nikmat yang layak bagi hamba-hamba-Nya yang khas. Lagi, sesuai dengan “Pemilik Hari Pembalasan” kita dapatkan Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula yang sesat. Bila terlintas dalam pikiran manusia bahwa ia harus memberikan pertanggunjawaban atas amal perbuatannya, ia takut menemui kegagalan, maka dengan merenungkan sifat Pemilik hari Pembalasan, ia mulai mendoa kepada Tuhan, supaya ia diperlihara dari murka-Nya dan dari kesesatan dari jalan yang lurus.

Sifat khusus lainnya pada doa yang terkandung dalam Surah ini ialah dia itu mengimbau naluri-naluri manusia yang dalam, dengan cara yang wajar sekali. dalam fitrat manusia ada dua pendorong yang merangsangnya untuk menyerahkan diri ialah cinta dan takut. Sebagian orang tergerak oleh cinta, sedang yang lain terdorong oleh takut. Dorongan cinta memang lebih mulia, tetapi mungkin ada dan sungguh-sungguh ada — orang-orang yang hatinya tidak tergerak oleh cinta. Mereka hanya menyerah karena pengaruh takut. Dalam Al-Fatihah kedua pendorong manusia itu telah diimbau. Mula-mula tampil sifat-sifat Ilahi yang membangkitkan cinta, “Pencipta dan Pemelihara sekalian alam,” “Maha Pemurah” dan “Maha Penyayang”. Kemudian. segera mengikutinya sifat “Pemilik Hari Pembalasan,” yang memperingatkan manusia bahwa, bila ia tidak memperbaiki tingkah-lakunya dan tidak menyambut cinta dengan baik, maka ia harus bersedia mempertanggungjawabkan amal perbuatannya di hadapan Tuhan. Dengan demikian pendorong kepada “takut:dipergunakan berdampingan dengan pendorong kepada cinta. Tetapi, oleh karena kasih-sayang Tuhan itu jauh mengatasi sifat Murka-Nya sifat ini pun — yang merupakan satu-satunya sifat pokok yang bertujuan membangkitkan takut — tidak dibiarkan tanpa menyebut kasih-sayang. Pada hakikatnya, di sini pun kasih-sayang Tuhan mengatasi murka-Nya, sebab telah terkandung juga dalam sifat ini bahwa, kita tidak akan menghadap seorang Hakim ,tetapi menghadapTuhan Yang berkuasa mengampuni dan Yang hanya akan menyiksa bila siksaan itu sangat perlu sekali. Pendek kata, Al-Fatihah itu khazanah ilmu rohani yang menakjubkan. Al-Fatihah itu surah pendek dengan tujuan ayat ringkas, tetapi Surah yang sungguh-sungguh merupakan tambang ilmu dan hikmah. Tepat sekali disebut “Ibu Kitab,” Al-Fatihah itu intisari dan pati Alquran. Mulai dengan nama Allah swt., Sumber pokok pancaran segala karunia, rahmat dan berkat, Surah ini melanjutkan penuturan keempat sifat pokok Tuhan, ialah :

1. Yang menjadikan dan memelihara alam semesta
2. Maha Pemurah Yang mengadakan jaminan untuk segala keperluan manusia, bahan sebelum ia dilahirkan, dan tampa suatu usaha apa pun dari pihak manusia untuk memperolehnya.
3. Maha Penyayang, Yang menetapkan hasil sebaik mungkin amal perbautan manusia dan Yang menganjarkannya dengan amat berlimpah-limpah.
4. Pemilik Hari Pembalasan.

Di hadapan-Nya, manusia harus menpertanggungjawabkan amal perbuatannya dan Yang akan menurunkan siksaan kepada si jahat, tetapi tidak akan berlaku terhadap makluk-Nya semata-mata sebagai Hakim, melainkan sebagai majikannya Yang melunakkan hukuman dengan kasih-sayang, dan Yang sangat cenderung mengampuni, kapan saja pengampunan akan membawa hasil yang baik. Itulah citra Islam, seperti dikemukakan pada awal sekali Alquran, mengenai Dzat Yang kekuasaan serta kedaulatan-Nya tak ada hingganya dan kasih-sayang serta kemurahan-Nya tiada batasnya. Kemudian datanglah pernyataan manusia bahwa, mengingat Tuhan-nya itu Pemilik semua sifat agung dan luhur, maka ia bersedia malah berhasrat, menyembah Dia dan menjatuhkan diri pada kaki-Nya, agar mohon pertolongan-Nya pada setiap derap langkah majunya dan setiap keperluan yang di hadapinya. Akhirnya, datanglah doa — padat dan berjangkauan jauh — suatu doa yang di dalamnya manusia bermohon kepada Khalik-nya, untuk membimbingnya ke jalan yang lurus dalam segala urusan rohani dan duniawi, baik mengenai keperluan -keperluan sekarang atau pun di hari depan. Ia mencoba kepada Tuhan, agar ia bukan saja dapat menghadapi segala cobaan dan ujian dengan tabah, tetapi selaku “orang-orang terpilih,” menghadapinya dengan cara yang sebaik-baiknya dan menjadi penerima karunia dan berkat Tuhan yang paling banyak dan paling besar, agar ia selama-lamanya terus melangkah maju pada jalan yang lurus, maju terus makin dekat dan lebih dekat lagi kepada Tuhan dan Junjungan-nya, tampa terantuk-antuk di perjalanannya, seperti telah terkadi pada banyak dari antara mereka yang hidup di masa yang lampau. Itulah pokok Surah pembukaan Alquran, yang senantiasa diulangi dengan suatu bentuk atau cara lain, dalam seluruh tubuh Kitab suci itu”.

Tafsir Surat Al-Fatihah ayat 1 s/d 7

In Ahmadiyah, Rukun Iman, Ta'lim, Tabligh, Tafsir, Tarbiyat on 12 November 2009 at 00:57

Surah 1 : AL-FATIHAH

Diturunkan : Sebelum Hijrah
Ayatnya : 7, dengan Bismillah
Rukuknya : 1.

Tempat dan Waktu Diturunkan

Seperti diriwayatkan oleh banyak ahli ilmu hadis, seluruh Surah ini diwahyukan di Mekkah dan sejak awal menjadi bagian shalat orang-orang Islam. Surah ini disebut dalam ayat Alquran, “Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada engkau tujuh ayat selalu diulang-ulang, dan Alquran yang agung” (15:88). Ayat itu menurut pengakuan para ahli, telah diwahyukan di Mekkah, Menurut beberapa riwayat, Surah ini diwahyukan pula untuk kedua kalinya di Medinah. Tetapi waktunya Surah ini untuk pertama kali turun, dapat ditempatkan pada masa permulaan sekali kenabian Rasulullah saw.

Ikhtisar Surah

Surah ini merupakan intisari seluruh ajaran Alquran. Secara garis besarnya, surah ini meliputi semua masalah yang di uraikan dengan panjang lebar dalam seluruh Alquran. Surah ini mulai dengan uraian tentang Sifat- sifat Allah swt. yang pokok dan menjadi poros beredarnya Sifat-sifat Tuhan lainnya, dan merupakan dasar bekerjanya alam semesta, serta dasr perhubungan antara Tuhan dengan manusia. Keempat sifat Tuhan yang pokok — Rabb (Pencipta, yang memelihara dan Mengembangkan), Rahman ( Maha Pemurah ), Rahim (Maha Penyayang ) dan Maliki Yaum-Id-Din (Pemilik Hari Pembalasan) mengandung arti bahwa, sesudah menjadikan manusia Tuhan menganugerahinya kemampuan- kemampuan tabi’ (alami) yang terbaik, dan melengkapinya dengan bahan-bahan yang diperlukan untuk kemajuan jasmani, kemasyarakatan, akhlak, dan rohani. Selanjutnya Dia memberikan jaminan bahwa usaha dan upaya manusia itu akan diganjar sepenuhnya. Kemudian Surah itu mengatakan bahwa manusia diciptakan untuk beribadah, yakni menyembah Tuhan dan mencapai qurb (kedekatan)-Nya dan bahwa, ia senantiasa memerlukan pertolongan-Nya untuk melaksanakan tujuannya yang agung itu. Disebutkannya keempat Sifat Tuhan itu diikuti oleh doa lengkap yang didalamnya terungkap sepenuhnya segala dorongan ruh manusia. Doa itu mengajarkan bahwa, manusia senantiasa harus mencari dan memohon pertolongan Tuhan, agar Dia melengkapinya dengan sarana-sarana yang diperlukan olehnya, untuk mencapai kebahagian dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Tetapi karena manusia cenderung memperoleh kekuatan dan semangat dari teladan baik wujud-wujud mulia dan agung dari zaman lampau yang telah mencapai tujuan hidup mereka, maka ia diajari untuk mendoa, agar Tuhan membuka pula baginya jalan- jalan kemajuan akhlak dan rohani yang tak terbatas, seperti telah dibukakan bagi mereka itu. Akhirnya, doa itu mengandung peringatan bahwa, jangan-jangan sesudah ia dibimbing kepada jalan lurus ia sesat dari jalan itu, lalu kehilangan tujuannya dan menjadi asing terhadap khalik-Nya. Ia diajari untuk selalu mawas diri dan senantiasa mencari perlindungan Tuhan, terhadap kemungkinan jadi asing terhadap Tuhan, itulah masalah yang dituangkan dalam beberapa ayat Al-Fatihah dan itulah masalah yang dibahas dengan sepenuhnya dan seluas-luasnya oleh Alquran, sambil menyebut contoh-contoh yang tiada tepermanai banyaknya, sebagai petunjuk bagi siapa yang membacanya.

Orang-orang mukmim dianjurkan agar sebelum membaca Alquran, memohon perlindungan Tuhan terhadap syaitan :

“Maka apabila engkau hendak membaca Alquran, maka mohonlah perlindungan Allah swt. dari syaitan yang terkutuk” ( 16 :99 ).

Perlindingan dan penjagaan itu berarti:

(1). bahwa jangan ada kejahatan menumpa kita
(2). bahwa jangan ada kebaikan terlepas dari kita
(3). bahwa setelah kita mencapai kebaikan, kita tidak terjerumus kembali ke dalam kejahatan.

Doa yang diperintahkan untuk itu ialah :

” Aku berlindung kepada Allah swt. dari syaitan terkutuk ”

Yang harus mendahului tiap-tiap pembacaan Alquran.

Bab-bab Alquran berjumlah 114 dan masing-masing disebut surah. Kata surah itu berarti :

(1). Pangkat atau kedudukan tinggi.
(2). Ciri atau tanda.
(3). Bangunan yang tinggi dan indah.
(4). Sesuatu yang lengkap dan sempurna (Aqrab dan Qurthubi ).

Bab-bab Alquran disebut surah karena :

a. dengan membacanya, martabat orang terangkat, dengan perantaraannya ia mencapai kemuliaan.
b. nama-nama surah berlaku sebagai tanda pembukaan dan penutupan berbagai masalah yang sibahas dalam Alquran
c. Surah-surah itu masing-masing laksana bangunan rohani yang mulia.
d. tiap-tiap surah berisikan tema yang sempurna.

Nama Surah untuk pembagian demikian telah dipergunakan dalam Alquran sendiri (2:24 dan 24 :2 ). Nama ini dipakai juga dalam hadis. Rasullah saw. bersabda,

“Baru saja sebuah Surah telah diwahyukan kepadaku dan bunyinya seperti berikut ” (Muslim).

Dari situ jelaslah, bahwa nama Surah untuk bagian-bagian Alquran telah biasa dipakai sejak permulaan Islam dan bukan ciptaan baru yang diadakan kemudian hari.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (١)

Artinya :
“[a] Aku baca dengan [1] nama [2] Allah swt. [3], Maha Pemurah, Maha Penyayang [4]”
________________________________________
[a] Ditempatkan di permulaan tiap surah kecuali Surah 9; juga dalam 27:31. Lihat juga 96:2.

Tafsir:
[1]. “Ba’ kata depan yang dipakai untuk menyatakan beberapa arti dan arti yang lebih tepat di sini, ialah “dengan”, Maka kata majemuk bism itu akan berarti “dengan nama”. Menurut kebiasaan orang Arab, kara iqra’ atau aqra’u atau naqra’u atau asyra’u atau nasyra’u harus dianggap ada tercantum sebelum bismillah, suatu ungkapan dengan arti “mulailah dengan nama Allah swt. “, atau “bacalah dengan nama Allah swt.” atau “aku atau kami mulai dengan nama Allah swt. .”, atau ” aku atau kami baca dengan nama Allah swt.”. Dalam terjemahan ini ucapan bismillah diartikan “dengan nama Allah swt. “, yang merupakan bentuk lebih lazim (Lane).”

[2]. “ism mengandung arti:nama atau sifat (Aqrab).Di sini kata itu dipakai dalam kedua pengertian tersebut. Kata itu menunjukan kepada Allah swt., nama wujud Tuhan; dan kepada Ar-Rahman (Maha Pemurah) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang), keduanya nama sifat Tuhan’.

[3]. Allah swt. itu nama Dzat Maha Agung, Pemilik Tunggal semua sifat kesempurnaan dan sama sekali bebas dari segala kekurangan. Dalam bahasa Arab kata Allah swt. itu tidak pernah dipakai untuk benda atau zat lain apa pun. Tiada bahasa lain memiliki nama tertentu atau khusus untuk Dzat Yang Maha Agung itu. Nama-nama yang terdapat dalam bahasa-bahasa lain, semuanya nama-petunjuk-sifat atau nama pemerian (pelukisan) dan seringkali dipakai dalam bentuk jamak; akan tetapi, kata “Allah swt. ” tidak pernah dipakai dalam bentuk jamak. Kata Allah swt. itu “ism dzat,” tidak “musytak,” tidak diambil dari kata lain, dan tidak pernah dipakai sebagai karangan atau sifat. Karena tiada kata lain yang sepadan, maka nama “Allah swt.” dipergunakan di seluruh terjemahan ayat-ayat Alquran. Pandangan ini di dukung oleh para alim bahasa arab terkemuka. Menurut pendapat yang paling tepat. kata “Allah swt.” itu, nama wujud bagi Dzat yang wajib ada-Nya menurut Dzat-Nya sendiri, memiliki segala sifat kesempurnaan, dan huruf al adalah dipisahkan dari kata itu (Lane).

[4]. Ar-Rahman (Maha Pemurah) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang) keduanya berasal dari akar yang sama. Rahima artinya, ia telah menampakan kasih-sayang; ia ramah dan baik; ia memaafkan, mengampuni. kata Rahmah menggabungkan arti riqqah, ialah ” kehalusan” dan ihsan, “kebaikan” (Mufradat). Ar-Rahman dalam wazan (ukuran) fa’lan, dan Ar-Rahim dalam ukuran fa’il. Menurut kaedah tatabahasa Arab, makin banyak jumlah ditambahkan pada akar kata, makin luas dan mendalam pula artinya (Kasysyaf). Ukuran fa’lan membawa arti kepenuhan dan keluasan, sedang ukuran fa’il menunjuk kepada arti ulangan dan (Muhith). Jadi, di mana kata Ar-Rahman menunjukan “kasih sayang meliputi alam semesta”, kata Ar-Rahim berarti “kasih sayang yang ruang lingkupnya terbatas, tetapi berulang-ulang ditampakkan.” Menggingat arti-arti di atas, Ar-Rahman itu Dzat Yang Menampakkan kasih sayang dengan cuma-cuma dan meluas kepada semua makhluk tanpa pertimbangan usaha atau amal; dan Ar-Rahim itu Dzat Yang menampakkan kasih sayang sebagai imbalan atas amal perbuatan manusia, tetapi menampakkannya dengan murah dan berulang-ulang.

Kata Ar-Rahman Hanya dipakai untuk Tuhan, sedang Ar-Rahim dipakai pula untuk manusia. Ar-Rahman tidak hanya meliputi orang-orang mukmin dan kafir saja, tetapi juga seluruh makhluk. Ar-Rahim terutama tertuju pada mukmin saja. Menurut Sabda Rasulullah saw., sifat Ar-Rahman umumnya bertalian dengan kehidupan di dunia ini, sedang sifat Ar-Rahim umumnya bertalian dengan kehidupan yang akan datang (Muhith). Artinya, karena dunia ini pada umumnya adalah dunia perbuatan, dan karena alam akhirat itu suatu alam tempat perbuatan manusia akan diganjar dengan cara istimewa, maka sifat Tuhan Ar-Rahman menganugerahi manusia alat dan bahan, untuk melaksanakan pekerjaannya dalam kehidupan di dunia ini, dan Sifat Tuhan Ar-Rahim mendatangkan hasil dalam kehidupan yang akan datang. Segala benda yang kita perlukan dan atas itu kehidupan kita bergantung adalah semata-mata karunia Ilahi dan sudah tersedia untuk kita, sebelum kita berbuat sesuatu yang menyebabkan kita layak menerumahnya, atau bahkan sebelum kita dilahirkan; sedang karunia yang tersedia untuk kita dalam kehidupan yang-akan-datang, akan dianugerahkan kepada kita sebagai ganjaran atas amal perbuatan kita. Hal itu menunjukkan bahwa Ar-Rahman itu pemberi Karunia yang mendahului kelahiran kita, sedang Ar-Rahim itu pemberi Nikmat-nikmat yang mengikuti amal perbuatan kita sebagai ganjaran.

Bismillah-ir-Rahman-ir-Rahim adalah ayat pertama tiap-tiap Surah Alquran kecuali Al Bara’ah (At-Taubah) yang sebenarnya bukan Surah yang berdiri sendiri, melainkan lanjutan Surah Al-Anfal. Ada sesuatu hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas yang maksudnya, bila sesuatu Surah-baru diwahyukan, biasanya dimulai dengan Bismillah, dan tanpa bismillah, Rasulullah saw. tidak mengetahui bahwa Surah baru saja dimulai (Daud). Hadis ini menampakkan bahwa (1) bismillah itu bagian dari Alquran bukan suatu tambahan, (2) bahwa Surah Bara’ah itu, bukan Surah yang berdiri sendiri. Hadis itu menolak pula kepercayaan yang dikemukakan oleh sementara orang bahwa, bismillah hanya merupakan bagian surat Al-Fatihah saja dan bukan bagian semua Surah Alquran. Selanjutnya ada riwayat Rasulullah s.a.w pernah bersabda bahwa, ayat bismillah itu bagian semua Surah Alquran (Bukhari dan Quhni). Ditempatkannya bismillah pada permulaan tiap-tiap Surah mempunyai arti seperti berikut:Alquran itu khazanah ilmu Ilahi yang tidak dapat disentuh tanpa karunia khusus dari Tuhan, “Tiada orang boleh menyentuhnya, kecuali mereka yang telah disucikan” ( 56:80 ). Jadi, bismillah telat ditempatkan pada permulaan tiap Surah untuk memperingati orang muslim bahwa, untuk dapat masuk ke dalam Khazanah ilmu Ilahi yang termuat dalam Aquran; dan untuk suci, melainkan ia harus pula senantiasa mohon pertolongan Tuhan. Ayat bismillah itu, mempunyai pula tujuan penting yang lain. Ayat itu ialah kunci bagi arti dan maksud tiap-tiap Surah, karena segala persoalan mengenai urusan akhlak dan rohani, yaitu Rahmaniya (kemurahan) dan Rahimiyah (Kasih-Sayang). Jadi tiap-tiap Surah pada hakikatnya, merupakan uraian terperinci dari beberapa segi Sifat-sifat Ilahi yang tersebut dalam ayat ini. Ada tuduhan bahwa kalimah bismillah, itudiambil dari kitab-kitab suci sebelum Alquran. Kalau Sale mengatakan bahwa, kalimah itu diambil dari Zend Avesta, maka Rodwell berpendapat bahwa, orang-orang Arab sebelum Islam mengambilnya dari orang-orang Yahudi, dan kemudian dimasukkan ke dalam Alquran. Kedua paham itu nyata salah sekali. Pertama, tidak pernah dida’wakan oleh orang-orang Islam bahwa, kalimah itu dalam bentuk ini atau sebangsanya tidak dikenal sebelum Alquran diwahyukan. Kedua, keliru sekali mengemukakan sebagai bukti bahwa, karena kalimah itu dalam bentuk yang sama atau serupa kadang-kadang dipakai oleh orang-orang Arab sebelum diwahyukan dalam Alquran, maka kalimah itu tidak mungkin asalnya dari Tuhan. Sebenarnya Alquran sendiri menegaskan bahwa, Nabi Sulaiman a.s. memakai kalimah itu dalam suratnya kepada Ratu Saba (27:31). Apa yang dida’wakan oleh orang-orang Islam — sedang da’wa itu, tidak pernah ada yang membantah, ialah bahwa, di antara Kitab-kitab Suci, Alquran adalah yang pertama-tama memakai kalimah tiu dengan caranya sendiri. Pula keliru sekali mengatakan bahwa, kalimah itu sudah lazim di antara orang-orang arab sebelum islam, sebab kenyataan yang sudah diketahui ialah bahwa, orang-orang arab mempunyai rasa keseganan menggunakan kata Ar-Rahman sebagai pangilan untuk tuhan. Pula, jika kalimah demikian dikenal sebelumnya, maka hal itu malah mendukung kebenaran ajaran Alquran bahwa, tiada satu kaum pun yang kepadanya tidak pernah diutus seorang Pemberi Ingat (35:25), dan juga bahwa, Alquran itu adalah khazanah semua kebenaran yang kekal dan termaktub dalam Kitab-kitab Suci sebelumnya (98:5).Alquran tentu menambah lebih banyak lagi dan apa pun yang diambilalihnya, Alquran memperbaiki bentuk atau pemakaiannya,atau memperbaiki kedua-duanya.

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٢)

Artinya:
“[a] Segala [5] puji [5a] hanya bagi Allah swt. , Tuhan [6] semesta alam.[6a]”.
________________________________________[a] 6:2 ; 6:46 ; 10:11 ; 18 :2 ; 29:64 ; 30:19 ; 31:26 ; 34:2 ; 35:2 ; 37:183 ; 39:76 ; 45:37.

Tafsir :
[5]. “Dalam Bahasa Arab al itu lebih-kurang sama artinya dengan kata “the” dalam bahasa Inggeris. Kata al dipergunakan untuk menunjukan keluasan yang berarti, meliputi semua segi atau jenis sesuatu pokok, atau untuk melukiskan kesempurnaan, yang pula suatu segi segi keluasa oleh karena meliputi semua tingkat dan derajat, Al dipakai juga untuk menyatakan sesuatu yang telah disebut atau suatu pengertian atau konsep yang ada dalam pikiran”.

[5a]. “Dalam bahasa Arab dua kata madah dan hamd, dipakai dalam arti pujian atau syukur; tetapi kalau madah itu mungkin palsu, hamd itu senantiasa benar. Pula, madah dapat dipakai mengenai perbuatan baik yang tidak dikuasai oleh pelakunya; tetapi hamd hanya dipakai mengenai perbuatan baik yang tidak dikuasai dengan kerelaan hari dan dengan kemauan sendiri (Mufradat). Hamd mengandung pula arti pengaguman, penyanjungan, dan penghormatan terghadap yang dituju oleh pujian itu; dan kerendahan, kehinaan, dan kepatuhan orang yang memberi pujian (Lane). Jadi, hamd itu kata yang paling tepat dipakai disini, untuk maksud mengutarakan kebaikan, dan puji-pujian yang sungguh wajar lagi layak dan sebagai sanjungan akan kemuliaan Tuhan. Menurut kebiasaan, kata hamd, kemudian menjadi khusus ditujukan kepada Tuhan”
[6]. “Kata kerja rabba berarti, ia mengolah urusan itu; ia memperbanyak, mengembangkan, memperbaiki, dan melengkapkan urusan itu; ia memelihara dan menjaga. Jadi, Rabb berarti,
(a) Tuhan, Yang Dipertuan, Khalik (Yang menciptakan)
(b) Wujud Yang memelihara dan mengembangkan
(c) Wujud Yang menyempurnakan, dengan cara setingkat demi setingkat (Mufradat dan Lane). Dan jika dipakai dalam rangkaian dengan kata lain, kata itu dapat dipakai untuk orang atau wujud selain Tuhan”

[6a]. “Al-alamin itu jamak dari al-‘alam berasal dari kata ‘ilm yang berarti “mengetahui.” Kata itu bukan saja telah dikenakan kepada semua wujud atau benda yang dingan sarana itu, orang dapat mengetahui Sang Pencipta (Aqrab). Kata itu dikenakan bukan bukan saja kepada segala macam wujud atau benda yang dijadikan, tetapi pula kepada golongan-golongannya secara kolektif, sehingga orang berkata ‘alamul-ins, artinya:alam manusia atau ‘alam-ul-hayawan, ialah, alam binatang. Kata al-‘alamin tidak hanya dipakai untuk menyebut wujud-wujud berakal — manusia dan malaikat — saja. Alquran mengenakannya kepada semua benda yang diciptakan (26:24 – 29 dan 41:10). Akan tetapi, tentu saja kadang-kadang kata itu, dipakai dalam arti yang terbatas (2:123). Di sini kata itu dipakai dalam arti yang seluas-luasnya dan mengandung arti “segala sesuatu yang ada selain Allah swt.,” ialah, benda-benda berjiwa dan tidak berjiwa dan mencakup juga benda-benda langit — matahari, bulan, bintang, dan sebagainya.

Ungkapan “Segala puji bagi Allah swt.” adalah lebih luas dan lebih mendalam artinya daripada “Aku memuji Allah swt.”, sebab manusia hanya dapat memuji Tuhan menutur pengetahuannya; tetapi, anak kalimat “Segala puji bagi Allah swt.” meliputi bukan hanya sebagai puji-pujian yang di ketahui manusia, tetapi pula puji-pujian yang tidak diketahuinya. Tuhan layak mendapat puji-pujian setiap wahtu, terlepas dari pengetahuan atasu kesadaran manusia yang tidak sempurna. Tambahan pula, kata al-hamd itu masdar dan karena itu dapat di artikan kedua-duanya, sebagai pokok kalimat atau sebagai tujuan kalimat. Diartikan sebagai pokok, Al-hamdu lilahi berarti, hanyalah Tuhan memberikan pujian sejatidan tiap-tiap macam pujian yang sempurna hanya layak bagi Tuhan semata-mata. Untuk huruf al lihat 5.

Ayat ini menunjuk kepada hukum evolusi di dunia, artinya bahwa segala sesuatu mengalami perkembangan dan bahwa perkembangan itu terus-menerus — dan terlaksana secara bertahap, Rabb itu Wujud Yang membuat segala sesuatu tumbuh dan berkembang, setingkat demi setingkat. Ayat itu menjelaskan pula bahwa prinsip evolusi itu tidak bertantangan dengan dengan kepercayaan kepada tuhan. Tetapi proses evolusi yang disebut di sini,tidak sama dengan teori evolusi sebagai biasanya di artikan. Kata-kata itu dipergunakan dalam arti umum. Selanjutnya, ayatini menunjuk kepada kenyataan bahwa, manusia di jadikan untuk kemajuan takterbatas, sebab ungkapan Rabb-ul-‘alamin itu mengandung arti bahwa, Tuhan mengembangkan segala sesuatu dari tingkatan rendah kepada yang lebih tinggi dan hal itu hanya hanya mungkin jika tiap-tiap tungkatan itu diikuti oleh tingkatan lain, dalam proses yang tiada henti-hentinya”.

الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (٣)
Artinya :
“a] Maha Pemurah, [b] Maha Penyayang [7]”.
________________________________________
[a] 25:62 ; 26:6 ; 41:3 ; 55:2 ; 59:23
[b] 33:44 ; 36:59

Tafsir:
[7]. “Dalam ungkapan bismillah, sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim berlaku sebagai kunci arti seluruh Surah. Sifat-sifat itu disebut di sini memenuhi satu tujuan tambahan. Sifat-sifat itu dipakai di sini, sebagai mata rantai antara Sifat Rabb-ul-‘alamin dan Maliki yaum-id-din”.

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (٤)
Artinta:
“[c] Pemilik [8] [d] Hari [9] Pembalasan. [10]”
________________________________________
[c] 48:15
[d] 51:13 ; 74:47; 82:18,19; 83:7

Tafsir:
[8[. “Dalam ungkapan bismillah, sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim berlaku sebagai kunci arti seluruh Surah. Sifat-sifat itu disebut di sini memenuhi satu tujuan tambahan. Sifat-sifat itu dipakai di sini, sebagai mata rantai antara Sifat Rabb-ul-‘alamin dan Maliki yaum-id-din”.

[9]. “Yaum berarti, waktu mutlak hari mulai matahari terbit hingga terbenamnya; masa sekarang (Aqrab ).

[10]. Din berarti, pembalasan atau ganjaran; peradilan atau perhitungan; kekuasaan atau pemerintahan; kepatuhan; agama, dan sebagainya”.

Keempat sifat Tuhan, ialah, “Tuhan sekalian alam,” “Pemurah,” “Penyayang” dan “Pemilik Hari Pembalasan,” adalah sifat-sifat pokok. Sifat-sifat lain hanya menjelaskan dan merupakan semacam tafsiran, tentang keempat sifat tadi yang laksana empat buah tiang di atasnya terletak singgasana Tuhan Yang Maha Kuasa. Urutan keempat sifat itu seperti dituturkan di atas memberikan penjelasan, bagaimana Tuhan menampakkan sifat-sifat-Nya kepada manusia. Sifat Rabb-ul-‘alamin (Tuhan sekalian alam) mengandung arti bahwa, seiring dengan dijadikannya manusia, Tuhan menjadikan lingkungan yang diperlukan untuk kemajuan dan perkembangan rohaninya. Sifat Ar-Rahman (Pemurah) mulai berlaku sesudah itu dengan perantaraan itu, Tuhan seolah-olah menyerahkan kepada manusia sarana-sarana dan bahan-bahan yang diperlukan untuk kemajuan akhlak dan rohaninya. Dan jika Ar-Rahim mulai berlaku untuk mengganjar amalnya. Yang terakhir sekali, sifat Maliki yaum-id-din (Pemilik Hari Pembalasan) mempertunjukan hasil terakhir dan kolektif amal perbuatan manusia. Dengan demikian pelaksanaan pembalasan mencapai kesempurnaan. Sungguh pun perhitungan terakhir dan sempurna akan terjadi pada Hari Pembalasan, proses pembalasan itu terus berlaku, bahkan dalam kehidupan ini juga dengan perbedaan bahwa dalam kehidupan ini perbuatan manusia, seringkali diadili dan diganjar oleh orang lain, para raja, para penguasa, dan sebagainya. Oleh karena itu, senantiasa ada kemungkinan adanya kekeliruan. Tetapi, pada Hari Pembalasan, kedaulatan Tuhan itu mandiri dan mutlak dan tindakan pembalasan itu seluruhnya ada dalam kekuasaan-Nya. Ketika itu tidak akan terdapat kesalahan, tiada hukuman yang tidak tepat, tiada ganjaran yang tidak adil. Pemakaian kata Malik (Pemilik) dimaksudkan pula untuk menunjuk kepada kenyataan bahwa, Tuhan tidak seperti seorang hakim yang harus menjatuhkan keputusan benar sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan. Selaku Maliki (Pemilik), Dia dapat mengampuni dan menampakkan kasih-sayang-Nya, kapan saja dan dengan cara apa pun sekehendak-Nya. Dengan mengambil din dalam arti “agama,” maka kata-kata “Yang mempunyai waktu agama” akan berarti bahwa, bila suatu agama sejati diturunkan, umat manusia menyaksikan suatu penjelmaan kekuasaan dan takdir Ilahi yang luar biasa, dan bila agama itu mundur, maka nampaknya seolah-olah sekalian alam berjalan secara mekanis, tanpa pengawasan atau pengaturan Sang Pencipta dan Al-Malik”.
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (٥)

Artintya:
“[a] Hanya Engkau kami sembah [11] dan [b] hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan. [12]”.
________________________________________
[a] 11:3; 12:41; 16:37; 17:24; 41:38
[b] 2:46, 154; 21:113

Tafsir:
[11]. “Ibadah berarti, merendahkan diri, penyerahan diri, ketaatan, dan berbakti sepenuhnya. Ibadah mengandung pula arti, iman kepada Tauhid Ilahi dan pernyataan iman itu dengan perbuatan. Kata itu berarti pula, penerimaan kesan atau cap dari sesuatu. Dalam arti ini ibadah akan berarti, menerima kesan atau cap dari sifat-sifat Ilahi dan meresapkan serta mencerminkan sifat-sifat itu dalam dirinya sendiri”.

[12]. Kata-kata Hanya Engkaulah kami sembah, telah ditempatkan sebelum kata-kata, hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan, untuk menunjukkan bahwa sesudah orang mengetahui kebesaran sifat-sifat Tuhan, maka dorongan pertama yang timbul dalam hatinya adalah beribadah kepada Dia.Pikirin untuk mohon pertolongan Tuhan, datang sesudah adanya dorongan untuk beribadah. Orang ingain beribadah kepada Tuhan, tetapi ia menyadari bahwa untuk berbuat demikian, ia memerlukan pertolongan Tuhan. Pemakaian huruf jamak dalam ayat ini mengarakan perhatian kita kepada dua pokok yang sangat penting:

(a) Bahwa manusia tidak hidup seorang diri di bumi ini, melainkan ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat di sekitarnya. Maka ia hendaknya berusaha jangan berjalan sendiri, tetapi harus menarik orang- orang lain juga bersama dia, melangkah di jalan Tuhan.
(b) Bahwa selama menusia tidak mengubah lingkungannya, ia belum aman.
Layak dicatat pula, Tuhan dalam keempat ayat pertama disebut sebagai orang ketiga, tetapi dalam ayat ini tiba-tiba Dia dipanggil dalam bentuk orang kedua. Renungan atas keempat sifat-sifat Ilahi itu, membangkitkan dalam diri manusa keinginan yang begitu tak tertahankan untuk dapat melihat Khalik-nya , dan begitu mendalam seta kuat hasratnya, untuk mempersembahkan pengabdian sepenuh hatinya kepada-Nya, sehingga untuk memenuhi hasrat jiwanya itu bentuk orang ketiga yang dipakai pada ayat keempat permulaan, telah diubah menjadi bentuk orang kedua dalam ayat ini.

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦)
Artinya:
“Tunjukilah kami pada [a] jalan yang lurus; [13]”
________________________________________
[a] 19:37 ; 36:62 ; 42:53,54

Tafsir:
[13]. “Doa ini meliputi seluruh keperluan manusia — kebendaan dan rohani, untk masa ini dan masa yang akan datang. Orang mukmin berdoa agar kepadanya ditunjukkan jalan lutus, jalan terpendek. Kadang-kadang kepada manusia diperlihatkan jalan uang benar dan lurus itu, tetapi ia ridak dipimpin kepadanya, atau, jika ia dibimbing ke sana, ia tidak berditetap pada jalan itu dan tidak mengikutinya hingga akhir. Doa itu menhandaki, agar orang beriman tidak merasa pulas dengan hanya diperlihatkan kepadanya siati kalanm atau juga dengan dibimbing ke sana, ia tidak bersitetap pada jalan itu dan tidak mengikutinya hingga akhir, Dia itu menghendaki, atau orang beriman tidak merasa puas dengan hanya diperlihatkan kepadanya siati jalan, atau juga dengan dibimbing pada jalan itu, tetapi ia harus senantiasa terus menerus mengikutinya hingga mencapai tujuannya, dan inilah makna hidayah, yang berarti, menunjukkan jalan yang lurus (90:11), membimbing ke jalan lurus ( 29:70 ) dan membuat orang mengikuti halan yang lurus ( 7:44 ) (Mufradat dan Baqa ). Pada hakikatnya, manusia memerlukan pertolongan Tuhan pada tiap-tiap langkah dan pada setiap saat, dan sangat perlu sekali baginya, agar ia senantiasa mengajukan kepada Tuhan permohonan yang terkandung dalam ayat ini. Maka oleh karena itu, dia terus-menerus itu memang sangat perlu, Selama kita mempunyai keperluan -keperluan yang belum kesampaian dan keperluan-keperluan yang belum terpenuhi dan tujuan- tujuan yang belum tercapai, kita selamanya memerlukan doa”.

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ (٧)

Artinya:
“Jalan [a] orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, [14] bukan atas mereka [b] yang dimurkai dan bukan pula [c] yang sesat. [15]”
________________________________________
[a] 4:70 ; 5:21 ; 19:59
[b] 2:62, 91 ; 3:113 ; 5:61,70
[c] 3:91 ; 5:78; 18:105

Tafsir :
[14]. “Orang mukmin sejati tidak akan merasa puas hanya dengan dipimpin ke jalan yang lurus atau dengan melakukan beberapa amal saleh tertentu saja,. Ia menempatkan tujuannya jauh lebih tinggi dan berusaha mancapai kedudukan saat Tuhan mulai menganugerakan karunia-karunia Ilahi yang dianugerakan kepada para pilihan Tuhan, lalu memperoleh dorongan semangat dari mereka. Ia malahan tidak berhenti sampai di situ saja, tetapi ia berusaha keras dan mendoa supaya digolongkan di antara “orang-orang yang telah mendapat nikmat itu, telah disebut dalam 4:70. Doa itu umum dan tidak untuk sesuatu karunia tertentu. Orang mukmin bermohon kepada Tuhan agar menganugerakan karunia rohani yang tertinggi kepadanya dan terserah kepada Tuhan untuk menganugerahkan kepadanya karunia yang dianggap-Nya pantas dan layak bagi orang mukmin itu menerimanya”

[15]. “Surah Al-Fatihah membuka suatu tertib indah dalam susunan kata-katanya dan kalimat – kalimatnya. Surah ini dapat dibagi dalam dua bagian yang sama. Separuhnya yang pertama bertalian dengan Tuhan, separuhnya yang kedua dengan manusia, dan tiap bagian bertalian sama sama lain dengan cara yang sangat menarik. Berkenaan dengan nama “Allah swt. ” yang menunjuk kepada Dzat yang memiliki segala sifat mulia yang tersebut dalam bagian pertama. Kita dapati kata- kata, hanya Engkau kamu sembah dalam bagian yang kedua. Segera setelah seseorang abid (yang melakukan ibadah) ingat bahwa Tuhan bebas dari segala cacat dan kekurangan dan memiliki segala sifat sempurna, maka seruan hanya Engkau kamu sembah dengan sendirinya timbul dari hati sanubarinya. Dan sesuai dengan sifat “Tuhan semesta Alam ” tercantum kata-kata kepada Engkau kami mohon pertolongan dalam bagian kedua. Setelah orang Islam mengetahui bahwa Tuhan itu Khalik dan Pemelihara sekalian alam dan Sumber dari segala kemajuan, ia segera berlindung kepada Tuhan, sambil berkata, kepada Engkau kamu mohon pertolongan, Kemudian, sesuai dengan sifat “Ar-Rahman,” yakni Pemberi karunia tak berbilang dan Pemberi dengan cuma-cuma segala keperluan kita, tercantum kata-kata, Tunjukilah kami pada jalan yang lurus dalam bagian kedua; sebab karunia terbesar yang tersedia bagi manusia ialah petunjuk yang disediakan Tuhan baginya, dengan menurunkan wahyu dengan perantaraan rasul-rasul-Nya. Sesuai dengan sifat “Ar-Rahim,” yakni, Pemberi ganjaran terbaik untuk amal perbuatan manusia dengan bagian pertama, kita jumpai kata-kata, Jalan orang- orang yang telah Engkau beri nikmat dalam bagian kedua, sebab memang Ar-Rahim -lah yang menganugerakan nikmat-nikmat yang layak bagi hamba-hamba-Nya yang khas. Lagi, sesuai dengan “Pemilik Hari Pembalasan” kita dapatkan Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula yang sesat. Bila terlintas dalam pikiran manusia bahwa ia harus memberikan pertanggunjawaban atas amal perbuatannya, ia takut menemui kegagalan, maka dengan merenungkan sifat Pemilik hari Pembalasan, ia mulai mendoa kepada Tuhan, supaya ia diperlihara dari murka-Nya dan dari kesesatan dari jalan yang lurus.

Sifat khusus lainnya pada doa yang terkandung dalam Surah ini ialah dia itu mengimbau naluri-naluri manusia yang dalam, dengan cara yang wajar sekali. dalam fitrat manusia ada dua pendorong yang merangsangnya untuk menyerahkan diri ialah cinta dan takut. Sebagian orang tergerak oleh cinta, sedang yang lain terdorong oleh takut. Dorongan cinta memang lebih mulia, tetapi mungkin ada dan sungguh-sungguh ada — orang-orang yang hatinya tidak tergerak oleh cinta. Mereka hanya menyerah karena pengaruh takut. Dalam Al-Fatihah kedua pendorong manusia itu telah diimbau. Mula-mula tampil sifat-sifat Ilahi yang membangkitkan cinta, “Pencipta dan Pemelihara sekalian alam,” “Maha Pemurah” dan “Maha Penyayang”. Kemudian. segera mengikutinya sifat “Pemilik Hari Pembalasan,” yang memperingatkan manusia bahwa, bila ia tidak memperbaiki tingkah-lakunya dan tidak menyambut cinta dengan baik, maka ia harus bersedia mempertanggungjawabkan amal perbuatannya di hadapan Tuhan. Dengan demikian pendorong kepada “takut:dipergunakan berdampingan dengan pendorong kepada cinta. Tetapi, oleh karena kasih-sayang Tuhan itu jauh mengatasi sifat Murka-Nya sifat ini pun — yang merupakan satu-satunya sifat pokok yang bertujuan membangkitkan takut — tidak dibiarkan tanpa menyebut kasih-sayang. Pada hakikatnya, di sini pun kasih-sayang Tuhan mengatasi murka-Nya, sebab telah terkandung juga dalam sifat ini bahwa, kita tidak akan menghadap seorang Hakim ,tetapi menghadapTuhan Yang berkuasa mengampuni dan Yang hanya akan menyiksa bila siksaan itu sangat perlu sekali. Pendek kata, Al-Fatihah itu khazanah ilmu rohani yang menakjubkan. Al-Fatihah itu surah pendek dengan tujuan ayat ringkas, tetapi Surah yang sungguh-sungguh merupakan tambang ilmu dan hikmah. Tepat sekali disebut “Ibu Kitab,” Al-Fatihah itu intisari dan pati Alquran. Mulai dengan nama Allah swt., Sumber pokok pancaran segala karunia, rahmat dan berkat, Surah ini melanjutkan penuturan keempat sifat pokok Tuhan, ialah :
1. Yang menjadikan dan memelihara alam semesta
2. Maha Pemurah Yang mengadakan jaminan untuk segala keperluan manusia, bahan sebelum ia dilahirkan, dan tampa suatu usaha apa pun dari pihak manusia untuk memperolehnya.
3. Maha Penyayang, Yang menetapkan hasil sebaik mungkin amal perbautan manusia dan Yang menganjarkannya dengan amat berlimpah-limpah.
4. Pemilik Hari Pembalasan.

Di hadapan-Nya, manusia harus menpertanggungjawabkan amal perbuatannya dan Yang akan menurunkan siksaan kepada si jahat, tetapi tidak akan berlaku terhadap makluk-Nya semata-mata sebagai Hakim, melainkan sebagai majikannya Yang melunakkan hukuman dengan kasih-sayang, dan Yang sangat cenderung mengampuni, kapan saja pengampunan akan membawa hasil yang baik. Itulah citra Islam, seperti dikemukakan pada awal sekali Alquran, mengenai Dzat Yang kekuasaan serta kedaulatan-Nya tak ada hingganya dan kasih-sayang serta kemurahan-Nya tiada batasnya. Kemudian datanglah pernyataan manusia bahwa, mengingat Tuhan-nya itu Pemilik semua sifat agung dan luhur, maka ia bersedia malah berhasrat, menyembah Dia dan menjatuhkan diri pada kaki-Nya, agar mohon pertolongan-Nya pada setiap derap langkah majunya dan setiap keperluan yang di hadapinya. Akhirnya, datanglah doa — padat dan berjangkauan jauh — suatu doa yang di dalamnya manusia bermohon kepada Khalik-nya, untuk membimbingnya ke jalan yang lurus dalam segala urusan rohani dan duniawi, baik mengenai keperluan -keperluan sekarang atau pun di hari depan. Ia mencoba kepada Tuhan, agar ia bukan saja dapat menghadapi segala cobaan dan ujian dengan tabah, tetapi selaku “orang-orang terpilih,” menghadapinya dengan cara yang sebaik-baiknya dan menjadi penerima karunia dan berkat Tuhan yang paling banyak dan paling besar, agar ia selama-lamanya terus melangkah maju pada jalan yang lurus, maju terus makin dekat dan lebih dekat lagi kepada Tuhan dan Junjungan-nya, tampa terantuk-antuk di perjalanannya, seperti telah terkadi pada banyak dari antara mereka yang hidup di masa yang lampau. Itulah pokok Surah pembukaan Alquran, yang senantiasa diulangi dengan suatu bentuk atau cara lain, dalam seluruh tubuh Kitab suci itu”.

Sumber :
Al Qur’an, Terjemahan dan Tafsir Singkat Jilid I
Oleh : HM Basyiruddin.MA

JANJI-JANJI ALLAH TAALA KEPADA PENDIRI JEMAAT AHMADIYAH

In Tarbiyat on 12 November 2009 at 00:57

Berikut ini kami turunkan beberapa wahyu yang merupakan janji-janji AllahTaala kepada Pendiri Jemaat Ahmadiyah:

Pada tahun 1882. Imam Mahdi a.s. menerima wahyu dari Allah swt. yang berbunyi:

يَأْتِيْكَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ وَيَأْتُوْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ.

Artinya:
“Orang-orang dari tempat yang jauh-jauh akan datang kepada engkau” (Tazkirah, halaman 49).

Ketika untuk pertama kalinya mengumumkan pendakwaannya, beliau masih seorang diri, tidak mempunyai teman. Adapun tempat beliau, Qadian, adalah sebuah kampung kecil. Tidak memiliki fasilitas modern dalam bentuk kantor pos, kantor telegrap atau stasiun kereta api dan lain-lain.. Keadaan sekitar tidak menarik parawisata. Di kampung yang sekecil itu pun, kebanyakan orang tidak mengenal kepada beliau. Di dalam keadaan demikian, beliau menerima wahyu tersebut diatas. Maka bagaimanakah kemudian kenyataannya?

Kini, ratusan ribu orang telah menjadi saksi atas kebenaran wahyu ini. Tahun demi tahun banyak orang yang datang ke sana, baik dari dalam negeri India/Pakistan, mapun dari benua-benua lainnya, hanya semata-mata untuk mencari ilmu kerohanian yang dikaruniakan oleh Allah Taala kepada Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Masih Mau’ud a.s.

Untuk mudahnya mengenal hal ini dapat dilihat dari jumlah pengunjung pertemuan tahunan yang diselenggarakan di Pusat Jemaat (di samping pengunjung yang datang di setiap waktu). Pertemuan tahunan yang pertama diadakan pada tahun 1891, dengan jumlah pengunjung 75 orang. Waktu berjalan terus, dan pengunjung pun terus bertambah dan pada pertemuan tahunan (jalsah) akhir Desember 1979 yang lalu di Rabwah, Pakistan, pengunjung mencapai jumlah 175.000 orang yang datang dari berbagai benua: Afrika, Amerika, Eropa dan Asia sendiri termasuk Indonesia. Jadi selama 88 tahun mencapai kemajuan lebih dari 2000 kali lipat. Demikianlah janji Allah ini kini telah sempurna dengan seterang-terangnya.

Wahyu:
“Aku akan sampaikan tabligh engkau ke seluruh penjuru dunia” (Tazkirah).
Di kala beliau menerima wahyu ini, masih dalam keadaan seperti di atas. Di kala beliau mengumumkan pendakwaannya sebagai Imam Mahdi a.s. dan Almasih yang dijanjikan, spontan ditentang sekeras-kerasnya oleh para ulama dan pengikutnya pada waktu itu. Perlawanan dan pemagaran begitu hebat dan ketatnya, sehingga sampai ke dinding-dinding rumah beliau. Ditilik dari keadaan lahiriyah, mustahil bisa bertahan, apalagi harus meluas ke seluruh pelosok dunia. Akan tetapi bagaimanakah keadaannya sekarang? Dunia menjadi saksi atas kebenaran wahyu ini, bahwa tiada benua atau tempat yang penting di dunia ini, yang tidak didatangi oleh muballigh-muballigh Jemaat Ahmadiyah.

Wahyu :
“Seorang pemberi-ingat telah datang ke dunia, akan tetapi dunia tidak menerimanya. Tetapi Tuhan sendiri yang akan menerimanya, dan menegakkan kebenarannya dengan serangan-serangan yang hebat”(Barahin Ahmadiyah /Tazkirah).

Wahyu ini berisikan khabar ghaib, bahwa kedatangan beliau akan ditentang, tetapi Allah swt. dengan kudrat-Nya akan menegakkannya. Dan sebagai akibat dari penentangan ini, di dunia ini akan timbul kejadian-kejadian yang hebat, seperti peperangan, gempa bumi, penyakit dan lain-lain. Wahyu tersebut ditunjang oleh wahyu-wahyu lainnya, yang mengisyaratkan akan timbulnya peperangan, antara lain berbunyi :
“Akan datang racun dan tentara dari langit”.
“Asap akan datang dari langit”. (Tazkirah).

Wahyu tersebut mengisyaratkan akan terjadinya peperangan yang hebat yang menggunakan sarana-sarana seperti bom-bom, bom racun, bom atom, dan tentara yang diturunkan dari kapal terbang yang belum terjadi pada saat-saat sebelumnya.

Sehubungan dengan wahyu tersebut sebagai peringatan kepada dunia, dalam Tazkirah halaman 491, beliau menyatakan sebagai berikut :
“Hai orang-orang yang lalai, dari langit akan turun api, dan untuknya tidak ada obatnya yang lain kecuali menangis di hadapan Allah. Karena Allah swt. telah berfirman kepadaku, bahwa gada-Nya itu hampir sampai ke bumi”.

Khusus mengenai Tsar (Kaisar Rusia), beliau menulis :
“Sebagai akibat peperangan ini, akan terasa berbagai-bagai kesusahan di muka bumi. Sedang Kaisar Rusia akan menderita kesusahan yang lebih dahsyat lagi”.

Wahyu tersebut diterima oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah pada tahun 1905, dan Perang Dunia I terjadi pada tahun 1914 – 1918. Tsar jatuh pada Perang Dunia tersebut dengan sangat menyedihkan, tepatnya dalam revolusi Oktober 1917.

Wahyu :
“Hai Masih, mendo’alah untuk penyakit-penyakit yang menular dan yang telah mulai mengamuk”(Sirajul Munir, 1897).

Ketika turunnya wahyu ini, di Bombay, yang tadinya pernah berjangkit penyakit pes, keadaannya mulai normal. Penduduk Bombay sudah merasa senang, karena dengan usaha para dokter, penyakit pes lenyap sama sekali. Pada waktu itulah beliau mengumumkan wahyu tersebut, semata-mata di dorong oleh rasa cinta beliau kepada ummat manusia, agar dapat berjaga-jaga.

Tepat 6 Februari 1898, beliau menulis sebagai berikut :
“Saya melihat malaikat-malaikat sedang menanam pohon yang hitam warnanya dan rupanya sangat buruk lagi pendek-pendek. Pohon-pohon itu sudah ditanam di daerah Punjab dan lain-lain tempat di Hindustan. Kemudian saya menanyakan pohon apakah yang ditanam itu? Mereka menjawab, bahwa pohon-pohon itu adalah bibit penyakit pes”(Kisti Nuh).

Tak lama kemudian, maka benar-benar timbul penyakit pes itu dengan hebatnya, sehingga beribu-ribu orang mati karenanya.

Mengenai wabah pes ini, beliau menerima wahyu, bahwa beliau beserta orang-orang yang berada di dalam rumah beliau (Jemaat beliau) akan dipelihara dari wabah pes ini. Wahyu tersebut berbunyi:
“Allah akan memelihara engkau beserta orang-orang yang berada di dalam rumahmu” (Kisti Nuh).

Orang-orang yang berada di dalam lingkungan Jemaat beliau kemudian ternyata secara mengagumkan terpelihara dari wabah ini. Mengenai ikhtisar penjagaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan penyuntikan umum beliau menulis demikian :

“Patut bersyukur, karena rasa kasihan kepada rakyat, dalam rangka membasmi wabah pes, pemerintah Inggris telah mengadakan gerakan untuk kedua kalinya. Dan demi kesejahteraan ummat Tuhan, pemerintah telah memikul biaya ratusan ribu rupee. Akan tetapi dengan segala hormat, kami ingin mengatakan kepada pemerintah yang baik hati itu, bahwa seandainya tiada suatu rintangan samawi,maka kamilah yang pertama-tama di antara semua warga yang akan minta disuntik. Rintangan samawi itu ialah, bahwa Tuhan menghendaki untuk memperlihatkan kepada manusia suatu tanda kasih sayang dari langit di zaman ini. Oleh karena itu Dia berfirman kepadaku, bahwa Dia akan menyelamatkan daku dari wabah pes ini beserta semua orang yang tinggal di dalam tembok rumahku – yaitu yang memfanakan diri secara sempurna serta ketaqwaannya yang setulus-tulusnya. Dan ini akan menjadi tanda Ilahi di zaman mutakhir ini, dengan mana Dia memperlihatkan perbedaan di antara satu kaum dengan kaum yang lain. Akan tetapi yang tidak mematuhi secara sempurna, mereka itu bukan dari padaku, maka tidak usah dihiraukan, demikian perintah Tuhan”(Kisti Nuh).
“Oleh karenanya bagi diriku dan semua orang yang tinggal di dalam dinding rumahku tidak perlu disuntik…”.

Peristiwa itu menjadikan banyak orang menggabungkan diri kepada Jemaat Ahmadiyah.

Adapun mengenai gempa, antara lain beliau menerima wahyu yang berbunyi: “Zalzalah ka dhaka” (Urdu) yang artinya ialah berbunyi: “Gempa bumi akan datang yang akan memusnahkan rumah-rumah yang tetap dan rumah-rumah yang dibikin untuk tinggal sementara”.

Di daerah Kangra, Punjab, India, ada sebuah pegunungan yang di atasnya banyak sekali didirikan rumah, villa, dan mandar-mandar(tempat persembahan orang Hindu), Maka pada tanggal 4 April 1905 sempurnalah wahyu itu, dan karena gempa itu melanda ratusan kilometer, maka semua rumah, villa dan mandar yang ada di atas pegunungan itu hancur sama sekali, dan menelan korban jiwa lebih dari dua puluh ribu orang.

Ada lagi suatu khabar ghaib mengenai seseorang sebagai tanda bagi bangsa India, khususnya bagi yang beragama Hindu. Pada zaman Pendiri Jemaat Ahmadiyah, di India ada suatu golongan dari agama Hindu, yang namanya Arya Samaj, yang telah berdiri lebih kurang 50 tahun. Golongan tersebut sangat aktip dalam menarik orang-orang Islam ke dalam agama Hindu, karena mereka melihat pemeluk agama Islam telah rusak dan tidak berpengaruh lagi. Cara mereka itu ialah dengan jalan menghamburkan fitnah, perkataan kotor (caci maki) terhadap Islam dan Rasul Suci Mhammad saw.

Di antara pemimpin mereka ada seorang yang masyhur bernama Lekh Ram. Ia sangat lancang memfitnah Islam dan Rasulullah saw. dan Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Ia juga selalu menantang siapa pun di antara orang Islam yang dapat menunjukkan sebuah tanda dan mukjizat tentang kebenaran Islam yang harus disiarkan lebih dahulu di kalangan manusia umumnya. Sehubungan dengan itu, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. memohon khabar kepada Allah swt mengenai apa yang akan terjadi atas diri Lekh Ram itu.

Bulan Februari 1893, beliau menerima wahyu dalam bahasa Arab yang artinya: “Anak sapi yang bersuara yang akan menderita siksa”. Kemudian beliau menjelaskan dalam tulisannya, bahwa Allah swt. telah memberi khabar kepada beliau, bahwa Lekh Ram dalam tempo 6 tahun sejak saat itu, akan menerima azab yang hebat sehingga ia akan binasa. Dan jika dalam tempo 6 tahun itu ternyata Lekh Ram tidak binasa, maka katakanlah bahwa beliau itu pendusta.Kemudian khabar ghaib itu disiarkan dalam beberapa surat khabar di India.

Pada tanggal 2 April 1893, bertepatan dengan 14 Ramadhan 1310 H, beliau melihat dalam kasyaf, seorang yang nampaknya bermuka ganas berkata kepada beliau a.s. dan menanyakan tentang Lekh Ram. Sambil memberi isyarat bahwa ia adalah malaikat, yang diperintahkan untuk membinasakan Lekh Ram. Khabar ghaib tersebut sempurna pada tanggal 6 Maret 1897, sehari sesudah Idul Fitri. Ketika Lekh Ram berada di tingkat atas di sebuah rumah dengan mendapat pengawalan yang ketat di tingkat bawah,dan ditemani oleh seorang laki-laki yang bermaksud masuk agama Hindu. Di kala ia sedang duduk dengan santainya, kemudian menggeliat tiba-tiba orang tersebut menghunjamkan pisau ke arah perutnya sehingga ususnya berhamburan keluar. Lekh Ram menjerit dan tidak lama kemudian mati di rumah sakit sedang pembunuhnya menghilang secara misterius.

Suatu kejadian yang demikian telah terjadi pula di Amerika, semata-mata suatu mu’jizat bagi benua itu pada umumnya dan bagi ummat Kristen khususnya. Pada tahun 1888, seorang termasyhur bernama Dr. John Alexander Dowie, pindah dari Skotlandia ke Amerika. Ia banyak memberikan khotbah-khotbah agama sehingga pengaruhnya menanjak melebihi pendeta-pendeta Kristen yang lain. Terutama di kala ia mendakwakan diri sebagai Elia, untuk membersihkan jalan, guna kedatangan Almasih yang kedua kalinya, di kala itu pengikutnya bertambah banyak. Kemudian ia membeli tanah dan mendirikan sebuah kota bernama Zion. Bahkan selanjutnya ia mengatakan bahwa Almasih akan turun di kota Zion itu. Dowie sangat memusuhi Islam. Pada tahun1902 ia menyiarkan surat selebaran, yang menerangkan bahwa tiap-tiap orang Islam yang tidak mau mengikut agama Kristen akan dibinasakan.

Setelah khabar ini sampai kepada Pendiri Jemaat Ahmadiyah, maka segera beliau menyiarkan surat-surat selebaran yang isinya menerangkan kebagusan Islam, kemudian menantang Dowie. Dalam tantangan itu beliau menulis :

“Apa perlunya membinasakan berjuta-juta orang Islam. Sayalah seorang yang datang dari Tuhan (Allah swt.). Dan sayalah Almasih yang ditunggu-tunggu. Marilah kita bermubahalah (kontes do’a) supaya dunia dapat mengenal, agama manakah yang benar dan agama manakah yang salah”.

Selebaran-selebaran itu disiarkan dalam berbagai surat kabar di Amerika, di Eropa hingga tahun 1903.

Terhadap tantangan itu Dr. Alexander Dowie tidak menjawab apa-apa, melainkan mengeluarkan kecaman terhadap agama Islam dengan perkataan-perkataan yang kotor. Pada tanggal 14 Februari 1903, Alexander Dowie menulis dalam surat kabarnya, bahwa ia berdo’a kepada Tuhan, “Hai Tuhan, hancurkanlah agama Islam itu selekasnya”.

Setelah pendiri Jemaat Ahmadiyah mengetahui, bahwa Dr. Alexander Dowie tidak juga berhenti dari kata-kata kotornya itu, maka beliau mengeluarkan lagi selebaran yang isinya menerangkan, bahwa beliau datang ke dunia ini untuk menjelaskan Tauhid Ilahi dan menghapuskan syirik.

“Allah Swt. sudah memberi tanda kebenaran kepadaku, bahwa jika Dr.Alexander Dowie mau bermubahalah denganku, baik dengan terang-terangan maupun dengan isyarat, ia akan meninggal dunia dengan penderitaan, kesedihan dan kesusahan di waktu saya masih hidup. Dahulu pernah aku memanggil kepadanya untuk bermubahalah, tapi sayang ia tidak memberikan jawaban. Sekarang saya memberi tempo kepadanya selama tujuh bulan lamanya”.
Selebaran ini disiarkan juga di Amerika dan Eropa.

Waktu tersiarnya selebaran itu Dr. Alexander Dowie sedang dalam keadaan jaya. Ia mempunyai murid yang banyak serta kekayaan yang melimpah. Hadiah berdatangan dari mana-mana, sehingga simpanannya di bank berjumlah jutaan dollar. Singkatnya ia berada dalam keadaan yang benar-benar jaya, baik dari segi ketenaran, maupun kejayaan dan kesehatan. Tentang tantangan pendiri Jemaat Ahmadiyah, banyak muridnya yang bertanya,mengapa Dowie tak ingin menjawabnya. Ia mengatakan: “Kalau saya injakkan kaki di atas ulat-ulat itu, niscaya mereka akan hancur. Dan kalau saya bukan nabi yang datang dari Tuhan, maka tidak akan ada satu lagi nabi pun”. Katanya kemudian: “Saya telah kedatangan malaikat yang menerangkan bahwa ia akan menang di atas musuhnya.

Kejadian berikutnya, pada tanggal 9 Desember 1904, tiba-tiba Dowie mendapat penyakit lumpuh, hingga tak dapat menggerakkan badan. Di saat itu pula timbul kekacauan intern dalam golongannya. Murid-muridnya banyak yang meninggalkannya. Kemudian ia sering berpindah-pindah tempat, hingga akhirnya pada tangal 8 Maret 1907, Dowie mati dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Pengikutnya tinggal 4 orang dan kekayaannya hanya tinggal 30 dollar.

Atas kemenangan pendiri Jemaat Ahmadiyah dalam kontes do’a atau mubahalah ini, harian “Herald of Boston”, 23 Juni 1904 menulis :

“Dowie meninggal dan kawan-kawannya menjauhkan diri dari dia. Ia menderita kelumpuhan dan penyakit gila. Ia mengalami kematian yang sangat menyedihkan. Kotanya, Zion, terpecah oleh kekalutan intern. Mirza (Pendiri Jemaat Ahmadiyah, pen.) tampil ke muka dengan terang-terangan dan menyatakan bahwa ia akan menang dalam tantangannya”.

Dua kejadian di atas telah membuktikan kebenaran sebuah janji Allah Taala dalam salah satu wahyu yang ditujukan kepada Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Wahyu tersebut berbunyi: “Aku akan menghinakan orang yang menghinakan engkau, wahai Ahmad”.

Wahyu :
“Aku beserta engkau dan orang-orang yang percaya kepada engkau”.

Sekarang kesaksian wahyu ini telah menjadi kenyataan, bahwa Jemaat Ahmadiyah sekalipun banyak mendapat perlawanan dan rintangan-rintangan yang berat, namun bahteranya setahap demi setahap melaju ke depan dengan tetap dan pasti.

Masih Mau’ud a.s. menulis :
“Wahai seluruh ummat manusia, dengarlah, bahwa nubuwatan ini dari Dzat yang menciptakan langit dan bumi. Ia akan menyebarkan Jemaat-Nya ini ke seluruh penjuru bumi dan akan memberi kemenangan kepada mereka di atas golongan yang lain dengan hujjah-hujjah dan burhan yang nyata. Hari itu akan datang bahkan sudah dekat, bahwa di bumi ini (hanya mazhab inilah) yang akan disebut-sebut dengan penuh kehormatan. Allah swt. akan memberi berkat yang luar biasa kepada mazhab dan gerakan ini. Dan setiap orang yang berfikir untuk menghancurkan Jemaat ini akan menemui kegagalan. Kemenangan ini untuk selama-lamanya, hingga saat bila kiamat akan tiba”.

“Ingatlah bahwa tiada seorang pun yang akan turun dari langit. Semua fihak yang tak menyenangi kita akan mati. Seorang pun di antara mereka tidak akan melihat Isa Ibnu Maryam turun dari langit. Dan keturunan mereka yang menggantikan mereka pun akan mati. Di antara mereka tak seorang pun yang akan menyaksikan turunnya Isa Almasih dari langit. Sesudah itu secara turun temurun dari keturunan mereka akan menemui ajal, dan mereka ini pun tak akan ada yang dapat melihat putera Maryam turun dari langit”.

“Ketika itu Allah Swt. akan menimbulkan kegelisahan dalam hati mereka, bahwa masa kemenangan salib pun telah berlalu, dan dunia telah mengalami perubahan total, tetapi Ibnu Maryam belum turun dari langit. Ketika itu orang-orang yang berakal pun akan menjauhkan diri dari kepercayaan ini. Dan mulai hari ini, tidak akan genap abad ketiga, bila orang-orang yang menantikan Isa Almasih – baik orang Islam maupun orang Kristen – akan menjadi putus asa, dan meninggalkan akidah yang palsu itu. Dan di dunia ini hanya ada satu mazhab dan satu penghulu (Nabi Muhammad saw. pen.)”.

“Banyak rintangan akan ditemui dan banyak percobaan akan datang. Tetapi Tuhan akan melenyapkan semua itu dan akan memenuhi janji-Nya. Dan Tuhan telah bersabda kepadaku: Aku akan curahkan rahmat demi rahmat kepadamu yang demikian banyaknya sehingga raja-raja (kepala-kepala negara) akan mencari rahmat dari padamu. Karena itu wahai kamu yang mendengar, ingatlah selalu kata-kata ini dan simpanlah nubuwatan ini dalam peti-petimu dengan aman, karena ia adalah perkataan Tuhan yang harus menjadi sempurna pada suatu hari”(Tazkiratus-Syahadatain).

Pendiri Jemaat Ahmadiyah menulis :
“Setiap orang yang bermaksud menyerang padaku berarti orang itu menempatkan dirinya dalam api yang sedang menyala-nyala. Ketahuilah orang itu bukannya menyerang padaku, tetapi menyerang kepada wujud (Allah) yang mengutusku. Wujud itu berfirman : “Inni Muhiinun man araada ihaanataka”. Maksudnya: “Aku akan menghina orang-orang yang bermaksud menghinamu”. Orang-orang yang demikian tidak tersembunyi dari pandangan Allah Taala. Jangan kamu mengira bahwa untuk kebenaranku Dia telah berhenti memperlihatkan tanda-tanda-Nya. Sekali-kali tidak. Sekarang juga Dia akan penuhi dunia ini dengan tanda demi tanda sebagai saksi-saksi yang hidup untuk menyokongku. Dia akan memperlihatkan juga tanda-tanda yang maha hebat, serta menimbulkan bulu-roma dan ketakutan. Sudah lama Dia melihat perbuatan-perbuatan buruk dilakukan oleh manusia. Tapi Dia hanya bersabar. Sekarang Dia akan datang semisal hujan yang turun pada musimnya dan kemudian api petirnya akan menyambar orang-orang jahat, yang tidak takut kepada-Nya, dan kesombongannya sudah melampaui batas. Orang-orang itu mencoba menyembunyikan perbuatan-perbuatan jahat serta kelakuannya yang buruk. Tetapi Tuhan senantiasa melihat mereka itu. Apakah orang-orang jahat itu dapat menentang iradah Allah swt.? Apakah mereka dapat memusuhi Tuhan dan akan memperoleh kemenangan?” (Barahin Ahmadiyah jilid V halaman 84).

“Dalam suatu mimpi, aku menampak diriku memasang pelana pada kudaku untuk suatu maksud tertentu, tetapi aku tidak tahu ke mana aku harus pergi dan untuk tujuan apa. Aku mempunyai perasaan dalam hati bahwa aku sedang bersiap-siap dengan penuh hasrat untuk suatu urusan. Aku memakai beberapa senjata dan dengan mengikuti jalan orang saleh, aku menunggang kudaku sambil bertawakkal kepada Allah. Kemudian aku merasa bahwa aku berada pada jalan dari beberapa orang penunggang yang bersenjata, dan yang datang ke rumahku dengan tujuan hendak memusnahkanku. Aku seorang diri dan aku tidak punya topi besi atau alat penjagaan lainnya selain senjata-senjata yang dikaruniakan Tuhan kepadaku untuk mempertahankan diri. Aku tidak suka mundur dari pertarungan itu dan duduk di dalam dengan ketakutan, dan karena itu aku bergerak segera ke suatu arah dengan penuh tenaga dan upaya untuk mencapai maksud yang ada dalam pikiranku, dan upaya itu ialah untuk memperoleh hasil-hasil yang paling baik dari segi pandangan dunia dan agama.

”Tiba-tiba aku melihat ribuan orang, yang semuanya menunggang kuda, sambil marah menuju dengan cepat ke arahku. Demi melihat mereka, aku merasa gembira sekali seakan-akan aku telah memperoleh ganimah besar dan aku merasakan dorongan besar di hatiku untuk melawan mereka dan aku mulai mengejar mereka bagai pemburu mengejar mangsanya. Lalu aku menderapkan kudaku menuju mereka untuk mengetahui keadaan mereka, dan aku yakin di hatiku bahwa aku akan menang terhadap mereka.

“Ketika aku telah mendekati mereka lalu melihat bahwa pakaian mereka telah lusuh dan cabik-cabik. Roman mereka menjijikkan dan mereka nampak seperti orang-orang musyrik dan mereka mengenakan pakaian orang-orang fasiq. Aku melihat bahwa mereka sedang mengatur gerakan kuda mereka dengan maksud hendak melakukan penjarahan dan aku memperhatikan mereka dengan seksama sekali sambil maju cepat ke arah mereka sebagai juara yang berani. Kudaku bergerak maju ke muka begitu kencang sehingga seakan-akan ia sedang dipacu oleh suatu kekuatan yang tidak terlihat, sebagaimana onta digalakkan oleh senandung penunggangnya. Aku juga gembira melihat keindahan dan kecantikan langkah-langkahnya.

“Lalu mereka berbalik tiba-tiba untuk mematahkan kekuatan dan rencanaku, untuk menghancurkan buah-buah tamanku, dan untuk menumbangkan pohon-pohonku, dan untuk merampas semua itu. Mereka maju kearah tamanku dan masuk ke dalamnya. Hal itu memuatku kuatir dan aku menjadi sangat gelisah, karena aku memperkirakan bahwa mereka ingin memusnahkan buah-buahan tamanku dan memotong dahan-dahannya. Aku maju secepatnya kepada mereka dan aku sadar bahwa saat itu adalah waktu yang sangat berbahaya dan musuh-musuhku telah membuat perumahan mereka di tanahku. Aku mulai menaruh takut dalam hatiku seperti seorang yang lemah dan penakut, tetapi aku maju terus ke tamanku sehingga aku dapat menilai keadaan.

“Ketika aku masuk ke dalam tamanku dan memeriksa hati-hati dan mencoba menemukan tempat di mana mereka berhenti aku melihat dari suatu jarak bahwa mereka semuanya telah jatuh berguguran dan bertebaran sebagai orang-orang mati di petak tengah taman. Lalu kekuatiranku lenyap dan aku menjadi tenang dan maju ke arah mereka dengan cepat dan gembira. Ketika aku telah tiba di dekat mereka aku melihat bahwa mereka semuanya mati tiba-tiba karena dihina dan ditimpa kemurkaan Tuhan. Kulit mereka terkelupas, kepala mereka hancur lebur, leher mereka tersayat-sayat dan tangan serta kaki mereka terkudung dan berserakan dalam potongan-potongan kecil. Mereka telah dihancurkan sekonyong-konyong seperti suatu kaum telah dihancurkan sekaligus oleh sambaran petir. Mereka telah ditimpa kehancuran besar.

“Kemudian aku berdiri pada tempat di mana mereka telah berkumpul untuk menentang aku, yang telah menjadi tempat kehancuran mereka, dan mataku meneteskan butiran-butiran besar air mata dan aku mendo’a: Tuhanku, biarlah hidupku menjadi korban di jalan Engkau. Engkau telah menganugerahkan karunia khusus kepadaku dan Engkau telah menolong hamba-Mu dengan suatu cara yang belum pernah ditemui dalam riwayat bangsa-bangsa. Tuhanku, Engkau telah menghancurkan mereka dengan tangan-Mu malahan sebelum kedua pihak bertempur atau dua jarak berkelahi atau dua pahlawan masuk ke dalam gelanggang. Engkau melakukan apa yang Engkau inginkan. Tak ada penolong yang seperti Engkau. Engkau telah menolong dan membebaskan aku. Wahai Engkau Yang Paling Pemurah, sekiranya Engkau tidak menaruh kasihan kepadaku, maka tak ada kemungkinan bagiku untuk menghindari semua bencana dan penderitaan ini.

“Aku tersentak ketika aku masih asyik bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Besar dan ruhku masih menghadap kepada-Nya. Semua pujian adalah untuk Allah, Tuhan sekalian alam”.
“Aku menafsirkan mimpi ini dengan arti bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa akan mengirimkan bantuan dan sukses-Nya tanpa campur tangan dari benda-benda luar dan dari usaha-usaha manusia, karena Dia ingin hendak menyempurnakan karunia-Nya kepadaku dan hendak memasukkanku ke dalam rahmat-Nya.

“Kini aku akan menafsirkan itu bagimu secara terperinci, supaya kamu memperoleh penilaian yang betul tentang itu. Menghancurkan tangan dan memotong leher musuh-musuh berarti mematahkan keangkuhan dan kesombongan mereka yang penuh kebanggaan dan merendahkan atau menistakan mereka. Mengudung tangan mereka berarti mematahkan kekuatan perlawanan mereka, menggagalkan mereka, menghentikan mereka melakukan perlawanan dan pertandingan, mencegah mereka memperoleh alat-alat persenjataan, dan membuat mereka tidak berdaya. Memotong kaki mereka berarti menangkis semua hujjah mereka, menutup segala jalan lari bagi mereka, menghukum mereka dan membuat mereka menjadi orang-orang tangkapan. Ini adalah rahmat Allah Yang berkuasa atas segala-galanya. Dia menghukum orang yang Dia kehendaki dan mengampuni orang yang Dia kehendaki. Dia mengalahkan bagi siapa yang Dia ingini dan membiarkan kemenangan kepada orang yang Dia kehendaki dan tak seorang pun dapat menggagalkan-Nya”(Ainah Kamalati Islam, halaman 578-581).

Sumber :
Buku Kami Orang Isalam PB. JAI Tahun 2007